Kata "Ndeso" dan Mudahnya Masyarakat Melapor ke Polisi

Kata “Ndeso” dianggap berkonotasi merendahkan.

Zaman sekarang masyarakat harus lebih berhati-hati dalam bertutur kata, berkomentar, maupun berjuar. Pasalnya, jika ada sebagian orang yang tidak terima dengan yang diucapkan akan berujung pada laporan ke polisi. Hal tersebut tercermin dalam laporan terhadap putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep. Remaja ini dilaporkan ke pihak berwajib atas tuduhan penodaan agama dan ujaran kebencian.

Kata Ndeso dan Mudahnya Masyarakat Melapor ke Polisirepublika.co.id

Viva.co.id, (6/7), menyebutkan bahwa pelapor tersebut adalah seorang warga Bekasi bernama Muhammad Hidayat. Dalam laporannya yang tertuang dalam LP/1049/K/VII/2017/SPKT/Restro Bekasi, Hidayat menuding Kaesang menodai agama Islam melalui video yang diunggahnya lewat akun YouTube.

Dalam laporan tersebut, kata-kata “ndeso” yang diucapkan Kaesang membuat Hidayat geram. Kata-kata Kaesang dalam video tersebut adalah sebagai berikut:

Mengadu-adu domba dan mengkafirkan-kafirkan, enggak mau mensalatkan padahal sesama muslim karena perbedaan dalam memilih pemimpin, apaan coba, dasar ndeso.”

Kata “Ndeso” dianggap berkonotasi merendahkan.

Kata Ndeso dan Mudahnya Masyarakat Melapor ke PolisiWahyu Putro A./ANTARA FOTO

Adi Deswijaya Dosen Bahasa dan Sastra Jawa dari Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo menjelaskan bahwa Bahasa Jawa merupakan bahasa yang unik dengan berbagai macam kosakata.  Kata ndeso sebagaimana yang diucapkan Kaesang, menurut Adi, adalah sinonim dari kata “kampungan” yang merujuk pada perilaku menyerupai orang desa.

Baca Juga: 7 Fakta Ini Buktikan Kaesang Pangarep Sama 'Nyeleneh'nya dengan Jokowi. 

Kata Ndeso dan Mudahnya Masyarakat Melapor ke PolisiWahyu Putro A./ANTARA FOTO

Dari sinilah ada kesan meremehkan dalam kata ndeso tersebut. Namun, konotasinya bisa baik atau buruk tergantung dari pemakaiannya. Namun, jika kata-kata tersebut dikemas dalam bentuk kata “dasar ndeso”, Adi berpendapat bahwa kata tersebut sudah masuk dalam kategori ejekan.  

Selain kata tersebut, ada juga banyak kata-kata lainnya yang berkonotasi sama seperti kere (miskin), asu (anjing), wedhus (kambing), jancok, asem (buah asem), hingga ndasmu (kepalamu!), dan lain sebagainya.

Ada seni dalam mengkritik yang harus dipahami supaya tidak berujung pada sakit hati sejumlah pihak.

Kata Ndeso dan Mudahnya Masyarakat Melapor ke Polisiviva.co.id

Di sisi lain, Dhanang Respati Puguh, Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, menjelaskan bahwa ada seni dalam mengeluarkan kritikan atau makian supaya tidak berujung pada sakit hati yang berlebihan pada sejumlah pihak. Semua juga tergantung pada siapa yang diajak bicara.

Mungkin peribahasa yang paling tepat adalah “mulutmu harimaumu” yang bisa menjadi refleksi bagi sebagian orang yang suka mengkritik berlebihan. Peribahasa yang dalam maknanya ini bisa mengingatkan kita untuk tidak berucap sesuatu yang tidak menyenangkan kepada orang lain.

Baca Juga: Dituduh Sebarkan Ujaran Kebencian, Kaesang Dipolisikan. 

Topik:

Berita Terkini Lainnya