Kontorversial, Instruksi Tembak di Tempat Dapat "Korban Pertama"

Banyak yang masih tak setuju

Kebijakan Presiden Joko Widodo yang menginstruksikan supaya pengedar narkoba ditembak mati di tempat langsung direspon cepat oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Dalam sebuah penggerebekan di Bengkayang, Kalimantan Barat, Minggu, 6 Agustus 2017, dua dari lima orang penyelundup sabu-sabu harus meregang nyawa karena dianggap melakukan perlawanan.

Kontorversial, Instruksi Tembak di Tempat Dapat Korban PertamaDidik Suhartono/ANTARA FOTO

Tempo.co, (9/8) memberitakan bahwa Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional, Inspektur Jenderal Arman Depari menyatakan bahwa satu orang yang tewas tersebut adalah Cheng Kheng Hoe alias Ahoi. Dia merupakan seorang warga negara Malaysia. Adapun satu orang lainnya adalah Alaw yang berkewarganegaraan Indonesia.

Penangkapan ini berkat informasi dari pelaku yang sebelumnya ditangkap bernama Ryan. Dari sinilah petugas berhasil mendapatkan empat nama lain. Mereka adalah Cheng Kheng Hoe, Alaw, Alvin, dan Tia.

Dari penangkapan ini, polisi mengamankan beberapa barang bukti antara lain, 17 kilogram sabu-sabu, mobil Toyota Cayla Hitam, dan sejumlah gadget. Ahoi sendiri diklaim sebagai warga asing pertama yang ditembak mati usai adanya instruksi Jokowi.

Tembak di tempat membelah opini masyarakat.

Kontorversial, Instruksi Tembak di Tempat Dapat Korban PertamaSigid Kurniawan/ANTARA FOTO

Instruksi tembak mati dari Jokowi bukan tanpa alasan. Jokowi menilai bahwa penggunaan dan pengedaran narkoba di Indonesia sudah memasuki level darurat. BNN melaporkan bahwa 50 orang warga Indonesia meninggal karena narkoba setiap harinya.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menyatakan bahwa Indonesia merupakan pasar baru peredaran narkoba setelah Filipina. Hal ini terbukti melalui penggerebekan satu ton sabu di Anyer, Provinsi Banten. Dasi situlah seorang terduga warga negara asal Taiwan ditembak mati oleh aparat di lokasi kejadian pada 13 Juli 2017 lalu. Kejadian itu hanya seminggu sebelum Jokowi memberikan instruksi tembak di tempat.

Namun, tak semua orang setuju dengan kebijakan tembak mati ini. Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan mengatakan bahwa tembak mati bukan solusi yang signifikan untuk membendung penyelundupan narkoba ke Indonesia.

Dia mengibaratkan balon yang bila ditekan satu sudut, maka bagian yang kempes hanya itu saja. Sementara di bagian balon yang lainnya akan muncul gelembung baru. Artinya, sikap keras yang ditunjukan di satu tempat hanya akan memberikan efek sesaat saja. Kemudian, hal ini akan membuka peluang masalah yang sama timbul di sisi yang lain.

Baca Juga: Polisi, BNN, dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Polisi Terkait Tulisannya Tentang Freddy Budiman. 

Kebijakan tembak mati yang serupa dengan Duterte.

Kontorversial, Instruksi Tembak di Tempat Dapat Korban PertamaIrsan Mulyadi/ANTARA FOTO

Instruksi tembak mati bagi pengedar narkoba sebelumnya juga telah diterapkan oleh Presiden Filipina,  Rodrigo Duterte. Sejak menjabat selama setahun, polisi di Filipina mengklaim telah membunuh hampir 7.000 orang yang terlibat dalam kasus narkoba. Bahkan aksi ini juga menewaskan seorang Wali Kota setempat yang diduga terlibat oleh perdagangan narkoba.

Perang mematikan terhadap narkoba ini telah digalangkan Duterte berulang kali. Akibatnya, sejumlah kelompok HAM mengatakan bahwa tindakan Duterte ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca Juga: Ciri-ciri Pengguna Narkoba Versi BNN ini jadi Bahan Olokan Netizen. 

Topik:

Berita Terkini Lainnya