5 hal Terkait Kasus Pelecehan Seksual di Rumah Sakit Surabaya

Hospital tanpa hospitality

Jakarta, IDN Times - Kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu rumah sakit di Surabaya, Jawa Timur, menjadi viral dan jadi pembicaran hangat di masyarakat. Pelecehan yang dilakukan oleh perawat laki-laki terhadap pasien perempuan yang masih dalam pengaruh obat bius ini viral videonya ketika korban sadar dan memarahi pelaku sambil menangis. Kasus ini lantas membuat berang masyarakat.

Profesi dokter dan perawat yang selama ini sangat dipercaya masyarakat dan dianggap profesi mulia mulai dipertanyakan. Menurut Irma Suryani, Anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi Nasdem, mengatakan tindakan hukum atas kasus ini tidak cukup hanya kepada perawat yang berbuat cabul, tapi juga kepada rumah sakitnya. "Yang harus diinvestigasi bukan hanya perawatnya tapi juga rumah sakitnya," kata Irma.

1. Bukan pertama kali terjadi

5 hal Terkait Kasus Pelecehan Seksual di Rumah Sakit SurabayaIDN Times/ Margith ​Juita ​ Damanik

"Yang terjadi di surabaya ini merupakan cerita panjang," kata Anthony Charles Sunarjo, salah satu tokoh senior dan pelaku industri kesehatan. Baginya, kejadian ini tidak hanya terjadi baru sekali ini, sehingga tidak tampak raut kaget di wajahnya ketika mendengar berita ini.

Menurut Anthony, dalam industri rumah sakit, pelecehan mungkin bukan hanya terjadi antara perawat pada pasien. Bisa saja terjadi antara dokter kepada dokter, atau dokter kepada perawat, atau bahkan tidak menutup kemungkinan pasien kepada perawat atau dokter.

Hal yang disayangkan adalah tidak semua kasus terbuka. Tidak semua korban berani bicara dan menyuarakan fakta yang terjadi. Nyatanya, saat satu kasus ini viral, terdengar pula kasus pelecehan seksual serupa di rumah sakit yang sama. "Ini terjadi di mana saja dan ini sudah lama dan panjang ceritanya," kata Anthony. 

"Di surabaya ini memang dilakukan secara kasar. Seperti orang mau memperkosa. Pasiennya sudah setengah sadar. Mungkin bukan perbuatan pertama" katanya menambahkan.

Baca juga: Pelecehan Seksual di Rumah Sakit, Khofifah Angkat Bicara

2. Sosialisasi tentang hak pasien tidak sampai ke masyarakat

5 hal Terkait Kasus Pelecehan Seksual di Rumah Sakit SurabayaIDN Times/ Margith ​Juita ​ Damanik

Hal lain yang disayangkan dan menyebabkan terjadinya pelecehan seksual di rumah sakit adalah sosialisasi tentang pelecehan seksual dan sosialisasi tentang hak pasien tidak tersampaikan dengan baik.

Hal ini kemudian menyebabkan banyak pihak terutama pasien yang mengalami pelecehan seksual tidak menyadari bahwa ia dilecehkan dan tidak tahu bahwa pelecehan seksual ini punya hukuman bagi para pelakunya.

"Kenapa kasus-kasus ini tidak terbuka, dan baru hari ini terbuka?" Tanya Irma yang akan dijawabnya sendiri. "Karena sosialisasi tentang pelecehan seksual berikut dengan sanksi hukumnya tidak tersosialisasikan ke masyarakat dengan baik," kata Irma.

Menurut Irma, banyak yang tidak mengerahui bahwa sapaan berupa siulan atau sentuhan ke salah satu bagian tubuh merupakan bagian dari pelecehan dan perlu dilaporkan.

"Itu ada hukumnya, masyarakat gak paham," kata Irma. "Kalau institusinya seperti rumah sakit, apalagi untuk golongan menengah atas, harusnya paham," katanya menambahkan.

Hal yang sangat disayangkan dari kasus di Surabaya adalah pelecehan seksual dilakukan oleh seorang perawat yang notabene tergolong dalam kategori masyarakat terdidik.

Selain itu, hak bahwa pasien diizinkan untuk meminta dampingan dari perawat dengan gender yang sama atau dampingan dari pihak keluarga, serta hak-hak pasien lainnya tidak sejak awal diinformasikan oleh pihak rumah sakit kepada pasien. Sehingga saat pelecehan seksual terjadi pasien juga tidak mengetahui bahwa ia berhak melaporkan hal tersebut ke pengaduan rumah sakit.

3. Sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera

5 hal Terkait Kasus Pelecehan Seksual di Rumah Sakit SurabayaIDN Times/ Margith ​Juita ​ Damanik

Beberapa tahun silam, ada pula kasus yang menjerat sebuah rumah sakit yang diadukan oleh salah satu pasiennya lewat media sosial. Alih-alih memenuhi tuntutan pasien yang melakukan pengaduan di sosial media tersebut, sang pasien justru dikriminalisasi atas tuduhan penecemaran nama baik.

Hal ini menunjukkan bahwa pengaduan dan tuntutan masyarakat yang menjadi korban, seolah diabaikan. Menurut Irma, Kementerian Kesehatan sejauh ini hanya memberikan sanksi secara administratif saja, sehingga kurang menimbulkan efek jera.

"Menkes harus memberikan sanksi yang tegas, jangan hanya sanksi administratif. Sehingga menimbulkan efek jera," kata Irma. Selain itu Irma juga mempersoalkan sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI). "Harusnya IDI tidak hanya memberikan perlindungan pada anggotanya tetapi juga pada masyarakat," kata Irma.

Irma menilai sejauh ini rumah sakit menjadi institusi yang tidak mau memperbaiki diri. Pembelaan terhadap institusinya pun masih sangat tinggi sekali. Irma berharap IDI dan Kemenkes tidak lambat dalam bekerja mengenai kasus ini dan kasus sejenis ini.  

4. Ada Undang-undang terkait pelecehan seksual

5 hal Terkait Kasus Pelecehan Seksual di Rumah Sakit SurabayaIDN Times/ Margith ​Juita ​ Damanik

Hal yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat adalah adanya undang-undang mengenai pelecehan seksual. Undang-undang ini yang diharapkan dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk lebih awas terhadap pelecehan seksual yang terjadi disekitarnya dan menjadi lebih berani untuk bicara ketika mengalami atau mengetahui tindak pelecehan seksual. Irma juga menyayangkan belum tersedianya SOP rumah sakit berstandar nasional di Indonesia.

"Kalu dari sisi DPR, kita bicara tentang regulasi," kata Irma. "Saya menyarankan dan menegaskan bahwa negara harus hadir melalui regulasi-regulasi terkait masalah yang pertama standar pelayanan rumah sakit nasional. Sehingga rumah sakit tidak memiliki SOP secara operasial yang sifatnya lebih ke menambahkan," katanya. Selain itu Irma juga menambahkan perihal undang-undang yang berlaku. "Kedua, keberpihakan rumah sakit kepada pasien dari UU no 44 1999," kata Irma menegaskan.

5. Masyarakat harus turut melakukan pengawalan

5 hal Terkait Kasus Pelecehan Seksual di Rumah Sakit SurabayaIDN Times/ Margith ​Juita ​ Damanik

Ombudsman Republik Indonesia, diwakili Ahmad Suaedy, mengatakan bahwa masyarakat Indonesia diharapkan turut mengawal dan melaporkan tindakan kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat. Ombudsman sangat berharap agar kejadian di Surabaya menjadi kejadian terakhir dan tidak perlu ada kejadian serupa yang terjadi untuk kali ke dua.

"Dalam undang-undang dan etika tindakan mulia dan kemanusiaan dari profesi dokter dan perawat harus dicerminkan juga," kata Ahmad. Selain itu Ahmad juga mengajak agar masyarakat mau menolong dan memberi perlindungan kepada korban pelecehan seksual, bukan malah menganggapnya senjadi sebuah aib yang harus disembunyikan.

"Kita imun sama-sama orang-orang yang selama ini jadi korban dan diam. Silahkan mengadukan secara rahasia. Ombudsman bisa dijadikan tempat pengaduan. Masyarakat boleh mengadu ke nomor 137 dan boleh  meminta agar namanya dirahasiakan," kata Ahmad.

Baca juga: Pelecehan Seksual di Rumah Sakit, Polisi Tangkap Terduga Pelaku

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya