Saksi Ini Sebut Pernah Bicarakan Proyek E-KTP di Rumah Setya Novanto

Charles juga mengaku menerima USD800 ribu dari proyek e-KTP

Jakarta, IDN Times - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan sejumlah saksi dalam kasus megakorupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Setya Novanto, Senin kemarin, 22 Januari 2018.

Sebanyak lima saksi yang diduga mengetahui terkait proyek ini dihadirkan, di antaranya anggota DPR 2009-2014 Mirwan Amir, pengusaha Made Oka Masagung, Dirut PT Sistem Indonesia Chalres Sutanto Ekapradja, Dirut PT Aksara Aditya Ariadi Soeroso, dan terdakwa korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong.

1. Ditawari Johannes Marliem ikut serta dalam proyek e-KTP

Saksi Ini Sebut Pernah Bicarakan Proyek E-KTP di Rumah Setya NovantoANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Saksi pertama yang dihadirkan dalam persidangan Novanto adalah Charles Sutanto Ekapradja. Charles merupakan mantan Country Manager HP (Hewlett Packard) Enterprise Service yang menjadi vendor proyek e-KTP. 

Pada persidangan ini, Charles mengaku pernah ditawari oleh Johannes Marliem, vendor penyedia AFIS pada proyek e-KTP, untuk ikut serta dalam proyek yang diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.

"Jadi sebenernya saya tahu e-KTP itu setelah ditelepon oleh Johannes Marliem tahun 2010. Dia mewakilkan Lone (PT Biomorf Lone Indonesia), pernah punya kerja sama dengan Amerika Serikat untuk kartu identitas. Saya cek internal dulu. Statement-nya Johannes bener apa gak, ternyata bener," kata Charles dalam kesaksiannya di persidangan Novanto, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Namun, penawaran tersebut tidak diterima langsung oleh Charles, dengan alasan ingin melakukan penelusuran lebih dalam proyek tersebut.

2. Bertanya kepada Made Oka Masagung

Saksi Ini Sebut Pernah Bicarakan Proyek E-KTP di Rumah Setya NovantoANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Untuk mengetahui kebenaran proyek ini, Charles kemudian menemui Made Oka Masagung, yang menurutnya memahami proyek e-KTP.

"Saya tanya ke beberapa orang belum ketemu kejelasan soal proyeknya. Terus saya menelepon Made Oka Masagung, saya tanya beliau 'Tahu gak ada proyek ini?', kalau boleh saya dikenalin sama yang tahu informasinya. Made bilang akan dicek," kata dia.

Setelah satu bulan kemudian, Charles kembali dihubungi oleh Made Oka dan memintanya untuk menemui.

Baca juga: Sidang Setya Novanto: Maqdir Ismail sang pembela 'raksasa'

3. Diajak ke rumah Novanto

Saksi Ini Sebut Pernah Bicarakan Proyek E-KTP di Rumah Setya NovantoANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Ternyata ketika menemui Made Oka, Charles diajak ke rumah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran, Jakarta Selatan.

"Saya datang ke kantor disuruh datang gak tahunya diajak ke rumah Pak SN. Saya juga gak tahu kenapa diajak ke rumah SN. Rumahnya kalau gak salah di Jalan Wijaya. Sekitar sore, Magrib kali ya," ungkap dia.

Di rumah mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, Charles mengaku ditanyai latar belakang pekerjaan dan keahliannya oleh Novanto.

"Saya ditanya darimana? Punya keahlian apa? Saya jelasin. Terus Pak Oka sama Pak Setya Novanto ke ruangan lain, kelihatan ngobrol, tapi saya gak tahu apa yang diomongi. Udah saya diajak pulang. Pak Oka bilang udah ikutin aja prosesnya," kata dia.

4. Bertemu lagi dengan Novanto

Saksi Ini Sebut Pernah Bicarakan Proyek E-KTP di Rumah Setya NovantoIDN Times/Linda Juliawanti

Selain bertemu di rumah Novanto, Charles mengaku ada dua pertemuan lainnya. Pertemuan kedua Charles diajak Oka ke gedung DPR tanpa tahu maksud tujuannya.

"Setelah pertama kenalan di rumah Pak SN, pertemuan kedua ke DPR, rame-rame makan siang. Gak lama terus keluar berbarengan dengan Made Oka. Saya selalu diajak Made Oka. Saya gak tahu apa yang dibicarakan," ujar dia.

Pertemuan ketiga, Charles diajak hadir lewat telepon oleh Made Oka untuk ke kediaman Setya Novanto lagi. Setibanya di sana, dia mengaku melihat Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra sekaligus peserta konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) pada proyek e-KTP. Lantas Charles mengaku ditanyai harga produksi kartu per lembarnya.

"Saya jawab cost kartu itu berdasarkan pengalaman di Amerika, sekitar USD2,5 sampai USD3 per kartu. Saya juga ditanya apakah bisa gunakan chip dari negara lain, terus terang HP tidak pernah gunakan chip yang jangka waktu 1 tahun, jadi saya gak bisa jawab soal itu," kata Charles.

Charles juga mengaku tidak ada tindak lanjut meski HP ikut serta dalam proyek tersebut. Ia berdalih keikutsertaan HP pada proyek e-KTP merupakan divisi printer, server, dan PC. Sedangkan divisi software yang dia pimpin tidak ikut lelang proyek e-KTP, dengan alasan tidak ada kecocokan harga.

5. Akui terima Rp10 miliar dari penganggaran proyek e-KTP

Saksi Ini Sebut Pernah Bicarakan Proyek E-KTP di Rumah Setya NovantoIDN Times/Linda Juliawanti

Pada persidangan kali ini, Charles juga mengaku pernah menerima uang dari penggarap proyek e-KTP, Johannes Marliem, sebanyak USD800 ribu atau sekitar Rp10,7 miliar. Chales mengatakan uang yang diterimanya itu sebagai imbalan jasa konsultan.

"Jadi waktu itu mereka sudah men-develop (proyek e-KTP) itu. Saya menerima USD800 sebagai jasa konsultan setahun. Gak semuanya hasil dari e-KTP, tapi ada," ujar dia.

Uang tersebut, kata Charles, diterima dua kali. Pertama, dari Biomorf Mauritius USD500 ribu dan kedua dari Biomorf Lone sebanyak USD300 ribu. 

"Saya gunakan untuk membeli mobil Porsche Rp2,8 miliar, mencicil rumah toko, membayar utang dan sisanya digunakan untuk pribadi," tutur dia.

Menurut Charles, dirinya menerima uang tersebut karena sebagai bayaran selama diajak Marliem untuk mengelola software dan diterimanya dari PT Biomorf Lone sebagai konsultan.

Baca juga: Jelang Persidangan, Setya Novanto Ujuk-ujuk Bicara Soal LGBT

Topik:

Berita Terkini Lainnya