LKPP Sudah Mencium Ada yang Tidak Beres dari Proyek e-KTP

Mantan Ketua LKPP Agus Rahardjo dilaporkan ke Presiden karena meminta proyek e-KTP dihentikan

Jakarta, IDN Times - Persidangan terdakwa Setya Novanto kembali mengungkapkan fakta baru atas kasus mega korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Kali ini terungkap fakta bahwa beberapa pihak sudah mencoba menghentikan proyek e-KTP lantaran berpotensi gagal. 

Salah satu pihak yang menyarankan bahwa proyek dengan anggaran Rp5,9 triliyun ini dihentikan adalah pejabat dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

1. Prosedur tender salah kaprah dan menyalahi aturan

LKPP Sudah Mencium Ada yang Tidak Beres dari Proyek e-KTPArif Firmansyah/ANTARA

Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP Setya Budi Arijanta, yang dihadirkan dalam persidangan Novanto mengatakan ia dan rekannya di LKPP kala itu, Agus Rahardjo berusaha mengoreksi dan memprotes prosedur tender yang dianggapnya salah kaprah dan banyak pelanggaran. 

"Apakah proses lelang e-KTP sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya?" tanya majelis hakim dalam persidangan di PN Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (1/2). 

"Tidak. Pertama, waktu itu Kemendagri, saya koreksi dokumennya waktu itu langsung kita koreksi tertulis ada beberapa pelanggaran, terutama Kepres Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah," kata Setya. 

2. Minta paket pekerjaan e-KTP dipecah agar tidak terjadi monopoli

LKPP Sudah Mencium Ada yang Tidak Beres dari Proyek e-KTPANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Ketua tim pendampingan proyek e-KTP itu juga menjelaskan, dari 9 paket pekerjaan yang ada, hanya 6 yang disampaikan. 

"Waktu itu yang pokok pertama secara pengumuman waktu itu ada 9 item pekerjaan yang diumumkan ada 5 atau 6 saja. Itu kami ingatkan tolong umumkan ulang, karena syaratnya harus lengkap pekerjaan apa itu dijelaskan, ya," kata dia.

Setya juga menyebut telah mengingatkan kepada panitia lelang proyek e-KTP agar paket pekerjaan tersebut dipecah supaya tidak terjadi praktik monopoli. Terlebih masing-masing pekerjaan itu berbeda subtansinya.

"Kedua, kami minta pecah paketnya, karena (kalau deadline) dalam 2 tahun tidak mungkin ada yang bisa kerjakan. Sehingga harus dipecah karena waktunya pendek. Kenapa saya minta dipecah juga karena ingin mendukung kompetisi," jelasnya.

3. Sebut dokumen lelang banci

LKPP Sudah Mencium Ada yang Tidak Beres dari Proyek e-KTPLinda Juliawanti/IDN Times

Setya juga menyebut dokumen lelang 'banci' lantaran panitia lelang tidak konsisten dalam menggunakan dokumen lelang. Setya mengatakan dokumen lelang tersebut harusnya dinilai secara kuantitatif, bukan kualitatif. 

"Dokumen lelang juga banci. Aturannya harus elektronik tapinya malah manual, harus sesuai dengan ketentuan LKPP. Pekerjaan sebesar itu, nilainya sebesar itu, kita analisis itu akan berpeluang terjadi kegagalan. Dokumen lelangnya itu banyak yang kualitatif kriteria penilaiannya. Begitu kualitatif, evaluasinya nanti sangat subjektif. Itu pasti di lapangan pasti subjektif, padahal itu di Perpres gak boleh, kalau bikin kriteria evaluasi harus kuantitatif. Kita minta itu diperbaiki tapi gak diperbaiki," kata dia.

Ia mengaku terus meminta Kemendagri untuk meminta menyerahkan dokumen lengkapnya seperti apa untuk dipelajari. Namun lagi-lagi, permintaan tersebut tidak digubris panitia lelang.

"Ya kalau mau minta didampingi ya kasih tahu dulu dokumennya seperti apa. Tapi gak digubris. Terus Kemendagri malah gak libatkan kami. Tahu-tahu jalan saja dan malah ditetapkan pemenangnya. Kami negur, minta didampingi tapi gak ngasih informasi. Pokoknya kalau didampingi, gak mau nurut kami gak tanggung jawab," tuturnya.

Baca juga: Nama SBY Ikut Disebut Dalam Sidang e-KTP

4. Setya dan Agus Rahardjo Malah dilaporkan ke Presiden

LKPP Sudah Mencium Ada yang Tidak Beres dari Proyek e-KTPANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Untuk itu, Setya bersama Agus Rahardjo yang saat itu menjabat sebagai Ketua LKPP, meminta proyek dihentikan, namun nyatanya terus berlanjut yang berbuntut pada pemanggilan keduanya oleh Presiden lantaran dianggap melanghalangi proyek.

"Begitu kami tahu ada banyak pelanggaran, kami minta dibatalkan dong. Tapi tidak dibatalkan, kami malah dilaporkan ke Presiden dan disidang di kantor Wakil Presiden. Yang disidang waktu itu saya sama kepala LKPP waktu itu Agus Rahardjo," katanya.

Setya menjelaskan ia dan Agus disidang oleh para jajaran Deputi Wapres, salah satunya yakni Sofyan Djalil yang ikut hadir dalam sidang.

"Yang hadir waktu itu Kepala BPKP, yang disidang saya sama Kepala LKPP waktu itu. Pak Agus Rahardjo, sekarang Ketua KPK. (Disidang) 2 kali. Saya bawa semua surat-surat saya," katanya menjelaskan.

Alasan lainnya ia dipanggil, yakni terkait kabar LKPP mempengaruhi dan menguasai prosesi tender yang diikuti 15 lembaga lainnya. Merasa tak terima, Setya pun memilih mundur sebagai pendamping proyek tersebut.

"Kurang ajar, kan saya yang minta dilarang. Hasilnya proyek terus (jalan), tapi kami mengundurkan diri sebagai pendamping. Dari pada suatu saat nanti saya dimasukin ke (Lapas) Cipinang, orang di situ ada pelanggaran Perpres kok," katanya.

Baca juga: [INFOGRAFIS] Perjalanan Panjang Kasus Dugaan Korupsi E-KTP Setya Novanto 

Topik:

Berita Terkini Lainnya