Menristekdikti: 23 Persen Mahasiswa dan Pelajar Siap Berjihad

Kok bisa, ya?

Jakarta, IDN Times - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan tingkat radikalisme di lingkungan sekolah dan kampus cukup tinggi. Hasil riset yang dilakukan pihaknya bersama LIPI menyebutkan 23 persen pelajar dan mahasiswa bersedia berjihad.

"Survei ini dilakukan secara makro. Kesimpulan ternyata kelompok mahasiswa kita siap berjihad untuk menegakkan khilafah menduduki 23,4 persen, sementara untuk tingkat SMA tinggi juga, yakni 23,4 persen," kata Nasir dalam Silaturahmi Kebangsaan NKRI bersama mantan narapidana terorisme dan korban teror di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2). 

1. 17,8 persen pelajar dan mahasiswa pilih tinggalkan NKRI

Menristekdikti: 23 Persen Mahasiswa dan Pelajar Siap BerjihadIDN Times/Linda Juliawanti

Menteri Nasir juga menyebutkan fakta mengejutkan dari hasil riset tersebut, yakni banyaknya pelajar dan mahasiwa yang memilih khilafah dibandingkan NKRI. .

"Sekarang kalau dibanding khilafah dengan akan meninggalkan NKRI, dia pilih mana? Ternyata tidak positif juga, kalau dia ingin khilafah dia meninggalkan NKRI ternyata 17,8 persen. Tapi ada juga yang maunya tetep khilafah dan tapi mau NKRI juga. Ini data terbaru akhir 2017," ungkapnya.

Baca juga: Demi Mencegah Radikalisme, Negara Ini Larang Warganya Berjenggot dan Berjilbab

2. Terorisme lunturkan solidaritas

Menristekdikti: 23 Persen Mahasiswa dan Pelajar Siap BerjihadIDN Times/Sukma Shakti

Menteri Nasir juga mengatakan jika penyebaran paham terorisme yang begitu gencar berdampak pada lunturnya toleransi dan solidaritas.

"Adanya radikalisme dan terorisme membuat solidaritas warga mulai luntur, dan toleransi terjadi intoleransi sebagaimana mana terjadi saat ini, lalu muncul sikap individualisme," imbuhnya.

 3. Paham radikalisme harus dilawan

Menristekdikti: 23 Persen Mahasiswa dan Pelajar Siap BerjihadIDN Times/Sukma Shakti

Karena itu, Menteri Nasir melanjutkan, perlu ada langkah kongkret untuk melawan paham radikalisme. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan penguatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

"Lalu proses pembelajaran yang dilakukan selama ini lebih banyak memberikan mata pelajaran agama hampir di semua perguruan tinggi hanya di awal semester, kan?" ucapnya.

Nasir mengatakan dirinya pernah meminta mata kuliah agama digeser di semester akhir. "Saya ingin memetakan masalah progresif dulu, yaitu semester 1 sampai 6, lalu pelajaran agama di semester akhir. Hasilnya ada pergeseran yang cukup positif dan drastis luar biasa. Ini harus kita lakukan agar lebih baik," tuturnya.

Baca juga: Pelaku Penyerangan Gereja Lidwina Terpengaruh Radikalisme?

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya