Kisah Titi Anggraini: Kartini Pejuang Pemilu

Titi memperjuangkan Pemilu yang lebih baik

Jakarta, IDN Times - Menciptakan pemilu yang adil dan berdaulat bukan hal yang mudah. Selain pentingnya peran penyelenggara Pemilu yang jujur, dibutuhkan pula peran pihak ketiga, yakni pemantau Pemilu yang berpihak pada rakyat.

Adalah Titi Anggraini, sosok perempuan yang telah belasan tahun menjadi pemantau pemilu melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dia juga aktivis dan pengamat pemilu dan demokrasi.

1. Bergelut di isu kepemiluan sejak mahasiswa 

Kisah Titi Anggraini: Kartini Pejuang Pemilu IDN Times/Istimewa

Dunia kepemiluan bukan hal yang baru bagi Titi Anggraini. Dia telah berkecimpung di bidang ini sejak tahun 1999 saat dirinya menjadi mahasiswa Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia semester tiga.

"Saya bergelut di isu pemilu tahun 1999 ketika saya menjadi anggota panwas pemilu tingkat pusat mewakili UI. Waktu itu panwas diisi oleh elemen perguruan tinggi yang berlatar dosen atau mahasiswa. Waktu itu saya diminta mewakili UI sebagai anggota panwas pemilu tingkat pusat," cerita Titi kepada IDN Times, Jumat (20/4). 

Dari sanalah Titi mulai berkenalan dengan isu kepemiluan dan konsisten mengikuti proses pemilu dan bekerja di beberapa organisasi kepemiluan. 

Baca juga: Gaya Menteri Susi Pudjiastuti Terbang dengan Garuda di Hari Kartini

2. Baru menyaksikan langsung ganasnya Pemilu pasca Orde 

Kisah Titi Anggraini: Kartini Pejuang Pemilu IDN Times/Istimewa

Sebagai pengamat pemilu, Titi merasakan langsung 'ganasnya' Pemilu 1999. Kepada IDN Times Titi bercerita pengalamannya di pemilu tahun 1999 yang menurutnya paling menarik.

"Tahun 99 waktu itu paling menarik sepanjang saya menjadi pemantau pemilu ketika saya berstatus mahasiswa. Dalam usia yang belum genap 20 tahun, di situ saya melihat langsung gairah bangsa Indonesia setelah terpasung dan tidak mampu mengekspresikan identitas dan aspirasi politik secara bebas," ucapnya.

Menurutnya, kondisi Pemilu tahun 1999 dan pemilu sebelumnya sangat terasa perbedaanya. Di sana dia belajar betapa demokrasi sangat dibutuhkan oleh Indonesia sebagai bangsa yang besar.

 "Setelah sekian pemilu hanya ada 3 partai kemudian kita mendapatkan 40an lebih parpol, itu kegairahan yang luar biasa, situasi yang sangat kontras antara pemilu 97 dan 99 dan mengahadapinya dalam kondisi sebagai mahasiswa yang masih sangat muda, masih bersemangat di tengah resesi ekonomi yang luar biasa," kata dia.

"Hal itu mengajarkan saya bahwa kebebasan lalu kemampuan untuk demokrasi itu sungguh sesuatu yang berharga."

3. Masih banyak PR besar yang harus diselesaikan

Kisah Titi Anggraini: Kartini Pejuang Pemilu IDN Times/Sukma Shakti

Pemilu di mata wanita yang juga menjadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Yarsi ini semakin membaik.

"Dari sisi prosedur, pemilu kita semakin baik, dari sisi tata kelola makin mengarah pada pelaksanaan pemilu yang lebih tertib secara adminstratif, lebih terorganisir, lebih terkelola dengan baik," tuturnya. 

Namun, lanjutnya, masih banyak pekerjaan rumah (PR) berkaitan dengan kualitas hasil pemilu dan produk-produk pemilu yaitu para pemimpin yang terpilih melalui proses pemilu, yang harus diselesaikan 

"Prosedur yang makin terkelola dengan baik ini masih menyisakan anomali untuk produk hasil pemilu yakni pemimpinnya yang ternyata tidak berpihak pada rakyat, belum berkontribusi bagi kesejahteraan rakyat, dan ternyata berperilaku koruptif. Nah inilah masih menjadi PR besar bagi saya, penyelenggara pemilu, partai politik, dan kita semuanya," imbuhnya.

4. Sempat diragukan dan mendapat diskriminasi  

Kisah Titi Anggraini: Kartini Pejuang Pemilu IDN Times/Sukma Shakti

Berkecimpung hampir 20 tahun di kepemiluan membuat dia seringkali merasakan kekecewaan. Pasalnya, ia kerap mendapat cercaan dan keraguan terkait lembaga yang dipimpinnya.

"Saya di Perludem sering dapat cercaan, pertanyaan seperti massanya emang berapa ? Punya berapa orang pendukung gitu. Sinisme seperti itu, belum lagi isu bahwa Perludem memperjuangkan nilai-nilai barat membawa pesan asing, kita disebut anti parpol, padahal sama sekali tidak antipartai dan yakin bahwa partai politik adalah instrumen demokrasi yang dibutuhkan keberadaannya, bahkan harus diperkuat untuk memastikan dia bisa menjalankan fungsinya," katanya.

Selain itu, sebagai seorang perempuan, gagasannya kerap diragukan. Menurutnya, perlu perjuangan ekstra bagi perempuan agar gagasan dapat diterima tanpa keraguan.

"Diskriminasi terbesar itu ketika orang-orang tidak langsung percaya kepada gagasan dan apa yang saya sampaikan sampai merasa perlu ikhtiar dan perlu upaya yang lebih ekstra dibanding laki-laki untuk bisa meyakinkan gagasan ide-ide atau pemikiran yang saya miliki," kata dia.

Namun, sinisme dan keraguan yang ia alami berhasil ia patahkan. Beragam penghargaan dalam kepemiluan berhasil ia raih di antaranya Perempuan Penggerak Perubahan dari change.org, Penghargaan Anggana Nisita Andhesthi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia sebagai perempuan penggerak politik keterwakilan perempuan (2014).

Adapun untuk Perludem di bawah kepemimpinannya berhasil meraih Silver Award (Second Prize) dari The Third Annual Open Government Awards yang diberikan di Paris, Perancis.

"Saya bekerja karena kecintaan dan komitmen kita pada demokrasi dan penguatan kedaulatan rakyat."

5. Keluarga tetap yang utama

Kisah Titi Anggraini: Kartini Pejuang Pemilu IDN Times/Istimewa

Di tengah kesibukannya memperjuangkan pemilu yang adil dan demokratis, bagi Titi keluarga tetap nomor 1. Ibu satu anak ini tetap berusaha semaksimal mungkin tidak membuat anak dan suaminya kehilangan perannya sebagai seorang ibu dan istri. 

"Saya punya suami seorang Tenaga Ahli di DPR dan satu anak umur 1 tahun. Saya dan suami selalu mengutamakan keterbukaan dan toleransi satu sama lain. Kalau suami pulang terlambat saya selalu berusaha pulang lebih cepat supaya anak ada yang jaga," tuturnya.

Namun, di sisi lain dia merasa beruntung sang suami mendukung setiap kegiatan yang ia kerjakan dan mau bekerja sama menjaga buah hati tercinta.

"Saya beruntung karena saya punya ibu yang turut mengawasi anak saya saat kami sibuk, tapi suami saya figur yang mendukung dan tidak pernah menghambat apa yang saya kerjakan, dia selalu mendukung," ucapnya.

Itulah Titi salah satu Kartini di dunia kepemiluan yang terus berjuang menciptakan proses demokrasi agar dapat menjadi milik rakyat.

Baca juga: Keren! Menteri Susi Pudjiastuti Naik Pesawat Garuda yang Dipiloti Perempuan

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya