Kalah Tiga Kali di Pilpres, Prabowo Diminta Lebih Realistis

Saatnya bagi Prabowo untuk jadi king maker

Jakarta, IDN Times - Partai Gerindra dipastikan akan kembali mengusung ketua umum mereka Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pilpres 2019. Kabarnya Prabowo akan dideklarasikan pada April mendatang. 

Banyak yang menyambut baik majunya Prabowo menghadapi Joko Widodo pada Pilpres 2019. Namun, tak sedikit pula pihak menilai bahwa Prabowo mestinya tak lagi memaksakan diri untuk maju, terlebih mayoritas partai memilih merapat ke kubu Jokowi.

1. Tiga kali maju, tiga kali juga gagal

Kalah Tiga Kali di Pilpres, Prabowo Diminta Lebih RealistisIDN Times/Linda Juliawanti

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyebut mestinya Prabowo mampu berhitung untuk kembali maju sebagai presiden. Pasalnya, terhitung sudah tiga kali dia maju dalam Pilpres, tiga kali pula dirinya gagal.

"Prabowo harus berhitung, ini pertarungan bisa dibilang uji coba keempat Prabowo menjadi capres, pertama kalah di 2004, kalah bersaing dengan SBY ketika bersaing dengan Mega, kalah ketika menjadi capres, ini uji coba keempat," kata Yunarto di Hotel Atlet Century Park, Jakarta Selatan, Rabu (21/3).

Baca juga: Partai Gerindra Pastikan Deklarasi Prabowo sebagai Calon Presiden Bulan April

2. Prabowo harus berpikir realistis 

Kalah Tiga Kali di Pilpres, Prabowo Diminta Lebih Realistisjurnalpatrolinews.com

Pria yang akrab disapa Toto ini juga menilai Prabowo mestinya lebih berpikir realistis dalam perhelatan Pilpres 2019 ini. Terlebih, Joko Widodo selaku petahana, mempunyai elektabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengannya.

"Saya pikir dia berhitung lebih realistis dengan melihat hasil-hasil yang ada apalagi lawan incumbent yang memiliki peluang untuk menaikkan elektabilitas lebih besar ruangnya dibanding dia," tuturnya.

3. Aturan presidential threshold batasi ruang gerak Prabowo

Kalah Tiga Kali di Pilpres, Prabowo Diminta Lebih RealistisANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Selain itu, Toto mengatakan bahwa aturan Presidential Threshold juga akan membatasi ruang gerak Prabowo di Pilpres 2019. Apalagi, lima partai yaitu PDIP, Hanura, Nasdem, Golkar, dan PPP, dipastikan akan solid mendukung Jokowi. 

"Prabowo tidak punya ruang gerak banyak untuk kemudian bisa memutuskan sikapnya, karena dia harus memenuhi syarat Presidensial Threshold 20 persen. Karena saat ini oposisi hanya dua partai Gerindra dan PKS," jelas dia.

4. Saatnya bagi Prabowo berpikir sebagai king maker

Kalah Tiga Kali di Pilpres, Prabowo Diminta Lebih RealistisANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Lebih lanjut Toto menganggap bahwa saat ini bukan lagi masa bagi Prabowo untuk menjadi capres. Mestinya Prabowo legowo mengusung sosok baru seperti Gatot Nurmantyo atau Agus Harimurti Yudhoyono.

"Saya Prabowo bukan masa, umurnya   juga bukan masa, latar belakang militer yang muncul dengan wajah lebih fresh Gatot Nurmantyo atau sosok sangat muda seperti AHY membuat partai yang sama besar seperti Gerindra membuat dia beberapa skenario, dibanding dengan memaksa dirinya harus maju dan kemungkinan kalah diatas kertas itu lebih besar dibanding," ungkapnya.

Menurutnya, kekuatan jaringan, kekuatan elektoral, modal, dan partai yang dimiliki Prabowo mestinya bisa dimanfaatkan bukan hanya menjadi capres, tapi sebagai 'king maker' layaknya Surya Paloh dan Megawati Soekarnoputri.

"Prabowo saya pikir harus berpikir, ketika kekuatan Gerindra dan Prabowo berinvestasi yang cukup besar dipenuhi sebelumnya dimanfaatkan oleh brand yang lebih fresh itu akan memiliki daya ledak lebih besar, mungkin saja nama Gatot, mungkin saja nama Anies Baswedan," tandasnya.

Baca juga: Partai Gerindra Rapatkan Barisan, Bahas Stategi Pemenangan Pemilu 2019

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya