Duh! Perempuan Sudah Rentan Jadi Korban Kekerasaan Sejak Masa Pacaran

Jangan sampai jadi korbannya, ya!

Jakarta, IDN Times - Angka kekerasaan terhadap perempuan ternyata masih sangat tinggi. Bahkan, perempuan yang menjadi korban kekerasan tak terbatas pada ibu rumah tangga, tapi juga mereka yang masih berpacaran.

Kekerasaan selama pacaran bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ancaman secara verbal, pemukulan, pemerasaan hingga kehamilan yang tidak diinginkan.

1. Angka kekerasaan dalam pacaran meningkat

Duh! Perempuan Sudah Rentan Jadi Korban Kekerasaan Sejak Masa PacaranIDN Times/Linda Julianwanti

Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH Apik) merilis catatan akhir tahun penanganan kasus dan advokasi kebikakan. Tercatat LBH Apik menerima 648 aduan sepanjang 2017.

Direktur LBH Apik, Siti Mazumah, mengatakan salah satu pengaduan yang cenderung naik adalah kekerasaan dalam pacaran.

"Kasus kekerasaan dalam pacaran (KDP) yang diadukan tahun 2017 berjumlah 30 kasus, angka ini meningkat dari tahun 2016 yang hanya 23 saja," ujar Siti di Gedung Juang 45, Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).

Siti merinci kasus kekerasaan dalam pacaran digolongkan dalam 6 bentuk, yaitu ingkar janji nikah (43,33 persen), kekerasaan seksual (30 persen) kekerasan psikis (13,33 persen),  kekerasan fisik (13,3 persen), hamil di luar nikah (6,67 persen), dan eksploitasi ekonomi (6,67 persen).

Baca juga: Sunat Perempuan, Ritual Diskriminatif yang Terus Melebar

2. Sulit menangani kekerasan psikis pada KDP

Duh! Perempuan Sudah Rentan Jadi Korban Kekerasaan Sejak Masa PacaranIDN Times/Sukma Shakti

Siti mengatakan menangani kasus kekerasaan dalam pacaran bukan persoalan mudah, terutama untuk kasus kekerasaan psikis. Sebab kekerasan psikis sulit dikenali.

"Jika bentuk kekerasaan fisik karena pemukulan, menampar, menendang atau menjambak itu memang mudah dikenali sehingga penanganannya lebih mudah. Nah yang sulit itu kekerasan psikis yang sulit dan jarang dikenali karena wujudnya tidak terlihat," jelasnya.

Namun, lanjutnya, secara emosi kekerasan psikis pada masa pacaran bisa dilihat karena korban tampak tertekan, kehilangan percaya diri, dan mudah merasa tidak nyaman.

3. Lelaki permainkan janji nikah paling tinggi dalam KDP

Duh! Perempuan Sudah Rentan Jadi Korban Kekerasaan Sejak Masa PacaranIDN Times/Sukma Shakti

Lebih lanjut Siti mengungkapkan peningkatan kasus janji ingkar kawin juga terjadi tahun 2017, bersamaan dengan kekerasan seksual. 

"Perempuan dijanjikan untuk dinikahi sehingga kemudian bersedia melakukan hubungan seksual sebagai bentuk ikatan mereka, atau sebagai bentuk pembuktian cinta. Maka dalam kasus ingkar janji nikah ini, korban mengalami kehamilan tidak dikehendaki yang berujung pada aborsi tidak sehat, perkawinan paksa, atau sengketa pengakuan identitas anak yang dikandung," ujarnya. 

4. Muncul pola baru melalui media sosial

Duh! Perempuan Sudah Rentan Jadi Korban Kekerasaan Sejak Masa PacaranIDN Times/Sukma Shakti

Tak hanya itu, Siti juga menemukan pola kekerasaan dalam pacaran yang baru di tahun ini yaitu menggunakan media sosial.

"Jadi media sosial digunakan untuk menyebarkan foto telanjang korban, chat seks antara keduanya ketika hubungan berakhir. Akhirnya pelaku mengancam menyebarkannya sebagai alat pemerasan secara ekonomi," kata dia.

Siti juga menyebut media sosial kerap digunakan untuk mengontrol pasangan. 

"Kekerasan verbal yang dilakukan pasangan terhadap status atau membawa konfik ke dalam media sosial juga termasuk pelanggaran karena korban menjadi pihak yang paling disudutkan," tandasnya.

Adapun selain KDP, LBH Apik menerima  pengaduan yang dapat dikategorikan ke dalam 11 (sebelas) jenis kasus. Dari 648 kasus, terdapat terdapat 308 (47,53%) kasus KDRT, 105 (16,20 %) kasus pelanggaran hak dasar, 77 ( 11,88 % ) kasus Perdata Keluarga, 37 (5.71%) kasus Kekerasan Seksuai, 35 (5.40% ) kasus Pidana Umum, 30 (4,63%) kasus Kekerasan Dalam Pacaran, 10 (1,54 %) kasus Perdata Umum, 2 (0.31% kasus) ketenagakerjaan, 2 (0.31 %) kasus trafiking, dan 43 (8,64 %) kasus diluar yang kriteria kasus LBH Apik Jakarta. 

Baca juga: Menkes: Perempuan Tulang Punggung Ekonomi Bangsa

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya