Tahun Politik, Wartawan Diminta Tak Terseret Politisasi SARA

No amplop, no SARA!

Jakarta, IDN Times - Memasuki tahun politik wartawan diminta untuk tetap seimbang dalam menyajikan pemberitaan yang seimbang tanpa terbawa arus. Mereka juga diminta untuk menghindari isu yang berbau Suku, Ras,  Agama, dan Antargolongan (SARA). Mengingat, kejadian ini pernah terjadi di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu.

1. Toleransi tanpa politisasi SARA dalam pilkada dan pilpres

Tahun Politik, Wartawan Diminta Tak Terseret Politisasi SARASukma Shakti/IDN Times

Direktur Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) Ahmad Junaidi mengajak media untuk tidak mentoleransi politisasi SARA apapun dalam Pilkada serentak maupun Pilpres. 

"Sikap tegas media seperti itu sangat dibutuhkan untuk menangkal menguatnya polarisasi masyarakat sebagaimana terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun lalu yang berlanjut dengan kasus-kasus persekusi," ujar Junaidi dalam Diversity Award 2018 di Wisma Antara, Jakarta Pusat (29/3). 

Diversity Award sendiri merupakan penghargaan kepada karya-karya jurnalistik yang kuat dan mendalam menyuarakan isu toleransi beragama.

2. Minta jurnalis tak terlibat politisasi agama dan etnis

Tahun Politik, Wartawan Diminta Tak Terseret Politisasi SARAmarketingweek.com

Pria yang kerap disapa Alex ini juga mengingatkan agar media tidak memperkeruh dan mengobarkan sentimen SARA di tahun-tahun politik ini. 

"Media jangan sampai ikut terseret ke dalam perpecahan politik yang menggunakan agama dan etnis karena kerusakannya sangat besar bagi bangsa ini yang hingga kini masih berlanjut, terutama di media sosial," ujarnya di hadapan ratusan pengunjung malam itu.

3. Di tahun politik, kerja media makin penuh tantangan

Tahun Politik, Wartawan Diminta Tak Terseret Politisasi SARAIDN Times/Uni Lubis

Lebih lanjut, Alex menyebut kerja media di tahun ini menjadi semakin sulit, apalagi harus tetap menjaga kepercayaan publik 

"Ada kecenderungan meningkatnya intoleransi dan diskriminasi atas nama agama dari tahun ke tahun," tuturnya.

4. Beri penghargaan bagi jurnalis yang menjungjung tinggi toleransi

Tahun Politik, Wartawan Diminta Tak Terseret Politisasi SARAIDN Times/Uni Lubis

Alex juga mengungkapkan para pekerja media yang secara khusus memproduksi pemberitaan-pemberitaan yang menyuarakan kelompok rentan, perlu diberikan penghargaan tinggi.

"Diversity Award merupakan bentuk apresiasi atas karya-karya jurnalistik yang tidak sekadar memberitakan fakta, tetapi menunjukkan komitmen kepada semangat keragaman dengan menyuarakan secara tegas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga negara dalam beragama dan mengekspresikan keyakinannya sesuai tuntunan konstitusi dan hak asasi manusia" papar Junaidi.

Dewan juri yang terdiri dari Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan, pendiri Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) Andy Budiman, novelis dan pendiri AJI Ayu Utami,
pendiri Galeri Foto Jurnalistik Antara Oscar Motuloh, Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis memutuskan karya jurnalistik.

Sementara itu, pemenang Diversity Award 2018 terbagi beberapa kategori yakni, kategori radio dimenangkan oleh  "AsyuroSemarang, Pembubaran tak Kunjung Usai” oleh Yuniar Kustanto, Elshinta Semarang; kategori TV “Tragedi Bom Bali 1: Belajar Ikhlas dari Penyintas” oleh Muhammad Miftah Faridl, CNN Indonesia TV biro Surabaya; kategori online “Program beasiswa LPDP dikritik soal tanya-jawab tentang agama, suku, dan gender”  oleh Abraham Utama, BBC Indonesia; dan kategori foto “Keberagaman (di lapangan bola)” oleh Miftahuddin Mustofa Halim, Radar Bali.

Sementara, Diversity Award tahun ini tidak diberikan kepada kategori cetak. Tim riset, tim seleksi awal dan Dewan Juri tidak mendapatkan karya-karya jurnalistik cetak yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Diversity Award 2018.

Baca juga: 'Guru Ngaji': Toleransi yang Tidak Dibatasi

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya