Ini Enam Peristiwa Intoleran yang Pernah Terjadi di Indonesia

Apa saja aksi intoleran yang pernah terjadi di Indonesia?

Jakarta, IDN Times - Aksi penyerangan rumah ibadah kembali pada hari ini, Minggu (11/2). Kali ini, jemaat Gereja St Lidwina, Sleman, Yogyakarta yang sedang menjalankan ibadah Minggu, menjadi sasaran usai seorang pemuda asal Banyuwangi, Jawa Timur, membawa pedang dan menyerang masuk.

Atas peristiwa ini, diketahui lima orang terluka, termasuk seorang pastor. 

Ternyata, kejadian penyerangan rumah ibadah maupun kegiatan keagamaan bukan sekali terjadi. Setidaknya ada enam kejadian serupa yang menciderai toleransi di Indonesia. Berikut penelusuran IDN Times:

1. Penyerangan Klenteng di Kediri

Ini Enam Peristiwa Intoleran yang Pernah Terjadi di IndonesiaIlustrasi flickriver.com

Sabtu (13/1/2018) malam, seorang pria menggunakan sepeda motor menerobos masuk ke Klenteng Tjoe Hwie Kiong, Jalan Yos Sudarso, Kediri, Jawa Timur.

Dilansir dari beritajatim.com, tempat ibadah bagi etnis Tionghoa yang letaknya berada di tepi Sungai Brantas ini dilempari batu sekitar pukul 21.30 WIB. Lemparan pelaku mengenai jendela dari bahan kaca. Akibatnya, kaca jendela pecah. 

Beruntung aparat Kepolisian segera datang setelah dihubungi pengurus klenteng. Pelaku pun berhasil diamankan.

Baca juga: Gereja St. Lidwina Yogyakarta Diserang Pemuda yang Membawa Pedang

 

2. Aksi sosial jemaat gereja gagal karena dituding kristenisasi

Ini Enam Peristiwa Intoleran yang Pernah Terjadi di IndonesiaANTARA FOTO/Rahmad

Sejumlah massa mengatasnamakan diri mereka Front Jihad Islam (FJI) dan beberapa ormas lainnya, membubarkan secara paksa acara bakti sosial yang digelar Gereja Katolik Santo Paulus Pringgolayan, Bantul, Yogyakarta, Minggu (28/1) lalu. 

Mulanya, jemaat Gereja Santo Paulus akan menjual sembako murah sebagai bagian dari acara perayaan ulang tahun gereja. Namun aksi ini terpaksa dibatalkan karena dianggap upaya kristenisasi.

Menurut pengakuan pihak gereja, acara sosial itu sengaja dilakukan di rumah Kepada Dusun Jaranan karena ingin membaur dengan masyarakat setempat. Kejadian ini pun diselesaikan lewat mediasi bersama pihak-pihak yang terkait dan memutuskan membuat surat pernyataan pembatalan acara. 

Insiden intoleransi agama ini bukan pertama kali di Kabupaten Bantul, karena  seorang camat beragama Katolik juga pernah ditolak sekelompok warga pada Februari 2017 lalu.

3. Kebaktian di Sabuga Bandung dibubarkan oleh Ormas Islam

Ini Enam Peristiwa Intoleran yang Pernah Terjadi di IndonesiaIDN Times/Sukma Shakti

Organisasi keagaamaan yang mengatasnamakan diri mereka Pembela Ahlu Sunnah (PAS), menggelar unjuk rasa menolak digelarnya kegiatan kebaktian di Gedung Sabuga, Bandung, Selasa (16/11/2016) lalu.

Ketua Pembela Ahlus Sunnah (PAS) Muhammad Roin, seperti dikutip dari Antara, meminta penyelenggara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) memindahkan kegiatan keagamaan tersebut ke rumah ibadah, bukan di fasilitas umum.

Setelah berdiskusi, panitia pelaksana KKR sepakat menuruti permintaan massa dengan menghentikan kebaktian sesi kedua yang mestinya digelar pada malam hari.

4. Biksu dilarang beribadah di Tangerang

Ini Enam Peristiwa Intoleran yang Pernah Terjadi di IndonesiaIlustrasi via etsy.com

Sebuah video yang menampilkan seorang biksu dan umatnya dilarang beribadah di Desa Babat, Kecamatan Legok, Tangerang, viral di media sosial. 

Peristiwa terjadi pada Rabu (7/2/2018) lalu, berawal dari adanya penolakan warga atas rencana kegiatan kebaktian umat Budha dengan melakukan tebar ikan di lokasi danau bekas galian pasir di Kampung Kebon Baru, Desa Babat.

Sebelumnya, masyarakat juga sempat meminta Mulyanto Nurhalim selaku biksu di kampung tersebut untuk pindah dari sana. Pasalnya, warga resah karena melihat biksu tersebut melakukan ibadah dengan mengundang jemaat dari luar, hingga menganggap biksu tersebut akan mengajak orang lain untuk masuk agama Budha.

Namun, warga ternyata salah paham, karena yang datang ke situ sekadar memberi makan biksu saja. Meski demikian, kejadian ini telah diselesaikan secara kekeluargaan usai polisi dan seluruh elemen masyarakat setempat melakukan musyarawarah. 

Mereka memastikan rumah Biksu Mulyanto bukan rumah ibadah seperti kecurigaan warga selama ini. 

5. Gereja di Samarinda dilempar bom molotov, anak jadi korban

Ini Enam Peristiwa Intoleran yang Pernah Terjadi di IndonesiaPolisi menyisir TKP penyerangan di Gereja St Lidwina Sleman, Yogyakarta ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Aksi teror yang dilakukan oleh simpatisian ISIS di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda Kalimantan Timur, pada Minggu, 13 November 2016, hingga kini masih menyisakan pilu bagi korban.

Seorang pria meledakkan bom rakitan di halaman gereja ketika jemaat melakukan kebaktian.

Seorang balita usia dua tahun bernama Intan Olivia Marbun meninggal akibat luka bakar yang sangat parah. Sementara tiga anak lainnya mengalami luka yang tak kalah serius. Padahal sebelum peristiwa nahas ini terjadi, anak-anak tersebut tengah bersuka cita bermain di halaman gereja.

Tersangka yang saat kejadian menggunakan kaos bertuliskan jihad ternyata merupakan simpatisan ISIS. Kini, ia telah mendekam di balik jeruji besi usai dijatuhi hukuman seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (25/09/2017) lalu.

6. Pastor gereja di Medan nyaris jadi korban bom bunuh diri saat pimpin misa

Ini Enam Peristiwa Intoleran yang Pernah Terjadi di IndonesiaIDN Times/Istimewa

Pastor Albert Pandiangan, 60 tahun, nyaris menjadi korban bom bunuh diri saat tengah memimpin misa pada Minggu (28/08/2016). Saat sedang memimpin misa, ia diserang oleh seorang pemuda berusia 18 tahun. 

Pelaku berinisial IAH itu ikut duduk di dalam Gereja Katolik St Yosep Medan dan berpura-pura menjadi jemaat. IAH langsung mendekati Albert dengan membawa sebilah pisau dan bom rakitan di dalam tas. 

Tetapi, belum tiba di depan altar, muncul percikan api dari tas ranselnya. Tas itu kemudian ikut terbakar. 

Melihat gelagat remaja yang mencurigakan, Albert berlari dan menghindar. Tetapi, IAH tetap mengejar Pastor Albert sehingga membuat jemaat heboh dan berhamburan berlari ke luar gereja.

Sebagian mencoba menyelamatkan Albert dengan menangkap IAH. Usai tertangkap, ia kemudian memisahkan tas dari pelaku. Beruntung, bom belum sempat meledak. 

Jemaat kemudian memanggil polisi dan menyerahkan pelaku agar segera ditahan. Di dalam tas ransel pelaku, selain ditemukan bom yang gagal meledak, polisi turut menemukan kertas yang digambar mirip dengan bendera ISIS.  

Baca juga: Ini Dia Kronologi dan Identitas Pelaku dari Teror Bom dalam Gereja di Medan

Topik:

Berita Terkini Lainnya