Radikalisme Menyasar Anak-anak, Ini Langkah Pencegahan Kemensos

Pemerintah masih melakukan pemetaan anak korban jaringan teroris

Jakarta, IDN Times - Benih-benih radikalisme kini telah menyasar anak-anak. Hal itu tampak pada kasus bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya beberapa waktu lalu.

Pelibatan anak-anak dalam aksi terorisme tersebut telah mengkhawatirkan banyak pihak. Dirjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Edi Suharto mengatakan, pemerintah terus melakukan upaya pencegahan dan penanganan radikalisme pada anak.

1. Menyentuh keluarga melalui PKH

Radikalisme Menyasar Anak-anak, Ini Langkah Pencegahan KemensosIDN Times/Sukma Shakti

"Anak-anak kan relatif seperti kertas putih dan warnanya tergantung bagaimana anak terbentuk dari lingkungan dan keluarganya. Kemensos dalam hal ini menyentuh aspek keluarga melalui Program Keluarga Harapan (PKH)," ujar Edi usai membuka acara Assessment of the Effectiveness of ASEAN Children Forum as Platform to Promote Children's Appreciation di Jakarta, Kamis (17/5).

Baca juga: Fenomena ‘Bomber Keluarga’ di Teror Surabaya 

Melalui PKH, ujarnya, keluarga bisa mencegah anak terlibat dalam tindak radikalisme melalui tim pendamping PKH. Selain itu, anak-anak juga bisa menempuh pendidikan guna meningkatkan pengetahuannya.

2. Menerjunkan tim Sakti Peksos

Radikalisme Menyasar Anak-anak, Ini Langkah Pencegahan KemensosIDN Times/Sukma Shakti

Terkait pelibatan anak dalam jaringan terorisme di Surabaya dan Sidoarjo, imbuh Edi, pemerintah menerjunkan tim Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) sebagai langkah awal dalam pendampingan dan perlindungan anak.

“Kementerian Sosial telah menerjunkan Sakti Peksos untuk melakukan upaya pendampingan dengan tentunya terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan lembaga terkait,” katanya

Berdasarkan laporan tim Layanan Dukungan Psikososial, hingga Selasa siang (15/5) jumlah korban luka yang telah terdata sebanyak 94 orang dan pendataan ahli waris korban meninggal sebanyak 18 orang.

Jumlah santunan kematian untuk setiap ahli waris adalah Rp 15 juta per jiwa dan santunan untuk korban luka-luka maksimal Rp 5 juta per jiwa.

3. Melakukan pemetaan anak korban jaringan teroris

Selanjutnya, kata Edi, pemerintah juga berupaya menyusun pemetaan sosial anak-anak yang menjadi korban jaringan terorisme.

“Ini langkah awal di penanganan cepat sambil menunggu rujukan dari pihak kepolisian. Intinya koordinasi intensif terus kami lakukan,” ujarnya.

Seperti diketahui, pasca pengeboman di 3 gereja di Surabaya, sebanyak tujuh anak dirawat di RS Bhayangkara Polda Jatim. Tiga anak terduga teroris yang bomnya meledak di Rusun Wonocolo Sidoarjo, tiga anak terduga teroris yang ditangkap di Jalan Sikatan kemarin, dan satu anak berinisial AAP terkait bom di depan Mapolrestabes Surabaya.

Edi mengungkapkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 59A disebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.

“Oleh karena itu, siapa pun kita punya kewajiban untuk melindungi karena mereka punya hak untuk hidup, berkembang, dan mendapat perlindungan,” katanya.

Menurut Edi, Perlindungan Khusus kepada Anak sesuai UU Nomor 35 Tahun 2014 diberikan kepada 15 katagori di antaranya anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual dan anak korban jaringan terorisme. 

Baca juga: Mayat 13 Teroris Masih Belum Diambil Keluarga



Topik:

Berita Terkini Lainnya