Nyaris Gabung ISIS di Suriah, Ini Kisah Haru Ibu dan Anak yang Terpapar Radikalisme

Berawal dari perceraian

Jakarta, IDN Times - Menangani keluarga yang terpapar paham radikal tak lah mudah. Hal itu diungkapkan Kepala Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Bambu Apus Handayani Neneng Heryani.

Menurut Neneng, setiap orang yang dikirim ke PSMP berkarakter berbeda dan butuh pendekatan personal secara mendalam. Pada 2017, panti menerima 87 deportan WNI dari Turki, 42 di antaranya anak-anak. Mereka dideportasi otoritas Turki sebelum berhasil menyeberang ke Suriah.

1. Berawal dari perceraian

Nyaris Gabung ISIS di Suriah, Ini Kisah Haru Ibu dan Anak yang Terpapar RadikalismeIDN Times/Indiana Malia

Pada 2017, kata Neneng, PSMP menerima 87 deportan WNI dari Turki, 42 di antaranya anak-anak. Para simpatisan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu dideportasi otoritas Turki, sebelum berhasil menyeberang ke Suriah. Dari semua deportan, ada satu keluarga yang memiliki masalah kompleks.

"Ada seorang ibu dengan anak tunggal. Suaminya itu termasuk kaya. Ketika mereka bercerai, anak laki-lakinya yang masih tujuh tahun itu diasuh ibu. Walau begitu, mantan suaminya masih mau membiayai seluruh kebutuhannya, dikasih rumah, mobil, semuanya. Sebulan minimal ngasih Rp 10 juta," Neneng mulai berkisah ketika ditemui di kantornya, Selasa (22/5).

Pasca-perceraian, si ibu tersebut menikah dengan seorang laki-laki yang baru saja keluar dari Lapas Nusakambangan. Laki-laki tersebut disebut sebagai mantan teroris.

2. Terpapar paham radikal dari suami mantan teroris 

Nyaris Gabung ISIS di Suriah, Ini Kisah Haru Ibu dan Anak yang Terpapar RadikalismeIDN Times/Indiana Malia

Setelah menikah, perempuan bercadar itu mulai berubah. Neneng menyebut, dia ikut terpapar paham radikal dari suami barunya tersebut. Dengan alasan jihad, seluruh harta kekayaannya dijual habis, termasuk pemberian si mantan suami. Mereka memutuskan pergi ke Suriah dengan dalih memperjuangkan syariat Islam.

"Tapi baru sampai di Turki, mereka dideportasi. Akhirnya sama Densus 88 Antiteror direhabilitasi ke sini," ungkap Neneng.

Para deportan Turki tersebut awalnya sangat susah diajak berkomunikasi. Mereka menganut paham takfiri, yakni mengkafirkan orang lain yang tak sepaham dengan ideologi mereka.

"Mana mau mereka menatap saya. Jawab salam saya saja tidak mau," kenang Neneng.

Namun, karena kegigihannya bersama para tenaga sosial, mereka lama-kelamaan mau berkomunikasi.

Baca juga: Orang Tak Dikenal Serang Polsek Maro Sebo Jambi, Teroriskah?

3. Ayah kandung mencari anaknya hingga berebut hak asuh

Nyaris Gabung ISIS di Suriah, Ini Kisah Haru Ibu dan Anak yang Terpapar RadikalismeIDN Times/Indiana Malia

Berita tentang deportan Turki tersebut pun terdengar hingga ke telinga ayah kandung si anak. Karena mempunyai banyak informan, tak lama kemudian sampailah si ayah kandung ke PSMP.

"Bapak kandungnya nyari-nyari. Dia mau ngambil anaknya. Dia bilang begini 'Kalau nanti saya lihat anak saya di TV pegang senjata jadi teroris, saya salahkan semuanya. Silakan menikah lagi tapi anakku jangan dijadikan teroris!'. Emosi dia melihat anaknya dilibatkan," tutur Neneng.

Masalah pun meruncing pada masalah hak pengasuhan anak. Ayah kandung langsung ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan kejadian tersebut. Dia menginginkan hak asuh anak jatuh pada dirinya. Pada mulanya si mantan isteri tak terima, karena hanya punya anak satu-satunya.

"KPAI pun terlibat. Kami bahas bersama. Kami sampaikan keinginan mereka seperti apa," cerita Neneng.

4. Hak asuh anak jatuh ke tangan ayah

Nyaris Gabung ISIS di Suriah, Ini Kisah Haru Ibu dan Anak yang Terpapar RadikalismeIDN Times/Indiana Malia

Setelah melalui proses mediasi yang cukup sulit, akhirnya hak asuh anak jatuh ke tangan si ayah. Pada suatu malam yang sudah disepakati, si ayah kandung pun menjemput anaknya di PSMP Bambu Apus. Suasana haru dan duka bercampur jadi satu, lantaran sang anak ternyata tengah menderita kanker paru.


"Ibunya sempat jerit-jerit histeris, awalnya si anak gak mau pisah, ya namanya juga bareng terus sejak lahir. Ya saya juga paham lah gimana rasanya terpisah sama anak. Tapi mau gimana lagi, dia juga salah. Bawa anak pergi tanpa seizin bapak kandungnya," ujar Neneng.

5. Semua kini menjalani hidup normal

Nyaris Gabung ISIS di Suriah, Ini Kisah Haru Ibu dan Anak yang Terpapar RadikalismeIDN Times/Indiana Malia

Setelah menjalani rehabilitasi, para deportan Turki pun dipulangkan ke tempat asalnya masing-masing. Namun, berbeda halnya dengan satu keluarga ini. Si ayah kandung bersama anaknya memulai lembaran hidup baru dengan tenang, sembari menjalani proses pengobatan. Ada satu hal yang membuat Neneng terenyuh, yaitu saat si ayah kandung mengutarakan hal di luar dugaannya.

"Dia bilang begini 'Bu Neneng, kalau Bunda (sebutan untuk mantan isteri) masih mau sama saya, akan saya bawa pulang sekalian. Saya maafkan semua kesalahannya'. Tapi ya gimana bisa rujuk, kan mantan isterinya sudah menikah lagi," ujar Neneng.

Sementara, mantan isterinya bersama suami barunya kini hidup nomaden dari satu pesantren ke pesantren lain di Bogor, Jawa Barat. Mereka tak lagi punya tempat tinggal karena semua harta bendanya habis terjual.

"Setidaknya, mereka sekarang sudah mau berkomunikasi dengan masyarakat di luar kelompok mereka. Kalau dulu pas awal-awal, suami si ibu itu gak pernah balas ucapan salam saya. Dingin. Ekstrem. Kalau lagi wawasan kebangsaan dia diam saja. Sadis dulu pas masih dipenjara di Nusakambangan. Pokoknya ekstrem. Sekarang sudah mending. Ya namanya ideologi itu memang susah dihilangkan begitu saja," tutup Neneng.

Baca juga: Teror Bom di Negeri Nan Santun

Topik:

Berita Terkini Lainnya