Menkes: Tenaga Kesehatan Dilarang Menerima Gratifikasi Perusahaan Obat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, kesalahan dalam penggunaan antibiotik menjadi salah satu faktor maraknya kasus resistensi terhadap pasien. Masyarakat dituntut bijak mengonsumsi antibiotik, namun peran serta tenaga kesehatan (nakes) juga turut memengaruhi.
1. Tak boleh memberikan obat tanpa resep
Menurut Nila, nakes memiliki peran strategis guna menyosialisasikan penggunaan obat antibiotik secara bijak, salah satunya apoteker. Apoteker tidak boleh memberikan obat tanpa resep.
"Kapan waktu memakai antibiotik yang tepat? Ya kalau gak perlu kenapa dikasih, masa hanya ngangkat lapisan di mata tapi dikasih antibiotik. Antibiotik kan gak masuk ke mata," ujar Nila.
Kasus lainnya, Nila mencontohkan, banyak dokter yang berpikir aspek pencegahan lebih baik dilakukan sebelum menindak pasien. Sehari sebelum pengobatan pasien diminta meminum antibiotik karena takut infeksi.
"Kalau alatnya bener, ruangannya steril, semua cuci tangan bersih, gak mungkin (terjadi) infeksi," imbuhnya.
Baca juga: Marak Orang Gila Rusak Rumah Ibadah, Menkes: Dia Butuh Curhat
2. Dilarang menerima gratifikasi dari perusahaan obat
Editor’s picks
Nila juga mengimbau kepada dokter untuk memberikan resep obat sesuai kebutuhan pasien. Menurut Nila, dokter kerap sengaja memberikan resep obat seperti antibiotik yang sebenarnya tidak dibutuhkan pasien. Dia menduga, itu berkaitan dengan potensi praktik gratifikasi dokter yang disponsori oleh perusahaan pembuat obat-obatan.
"Dulu barangkali bisa memang penanganan dokter terpengaruh (gratifikasi), misal dalam menulis resep. Sekarang kan sudah ada aturannya, mereka tak boleh lagi mendapat bantuan sponsor, kecuali mendapatkan bantuan untuk sekolah dan itu diketahui oleh pimpinan. Karena setiap tahun kan ada penilaiannya," ujar Nila.
Selain itu, Kemenkes juga sudah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani potensi gratifikasi tersebut. Jika ada yang terbukti menerima gratifikasi dan menyalahgunakan jabatan sebagai dokter, akan berurusan dengan KPK. Sebab itu, seluruh tenaga medis wajib mematuhi peraturan yang berlaku.
3. PERSI diminta mengawasi kinerja rumah sakit dan tenaga medis
Guna menilai kepatuhan tenaga medis, Kemenkes meminta bantuan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). PERSI dapat mengawasi terkait penanganan resistensi antibiotik. Selain itu, pengetahuan terkait bahaya penggunaan antibiotik berlebih seyogianya juga dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.
"Kemudian kuatkan di pelayanan kesehatan, di apotek juga saya rasa kita sudah mulai (sosialisasi) dengan ikatan apoteker. Mereka tidak boleh memberikan obat selain dengan resep. Saya merasa kesadaran masyarakat sudah lebih baik, tapi harus didorong lagi. Anda juga kadang gak sadar kan kalau lagi sakit terus beli sendiri obat-obatannya? Suka bandel itu," kata Nila.
Baca juga: Menteri Kesehatan Masih Santai Menanggapi Peredaran Vaksin Palsu