Ancaman Intoleransi di Tengah Keberagaman: Ada Skenario Jangka Panjang?

Kekuatan medsos jadi instrumen penting pembentuk persepsi masyarakat

Laporan Indiana Malia, Akhmad Mustaqim, Vanny El Rahman

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan terhadap pemuka agama dan tempat ibadah belakangan ini marak terjadi di Tanah Air. Masyarakat pun resah, khususnya para tokoh agama. Kekerasan ini jelas mencoreng wajah demokrasi Tanah Air.

Setidaknya ada tujuh kasus intoleransi dalam satu bulan terakhir. Diantaranya serangan brutal terhadap tokoh agama, yakni penganiayaan ulama sekaligus Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) HR Prawoto oleh orang ta dikenal, pada Kamis (1/2). Nyawa Prawoto tak dapat diselamatkan.

Kemudian, penganiayaan pada ulama, tokoh NU, sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka Bandung, Jawa Barat, KH Umar Basri pada Sabtu (27/1). Lalu, persekusi terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Desa Caringin Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Rabu (7/2), hingga kasus terbaru perusakan Pura di Lumajang, Jawa Timur, dimana pelaku menghancurkan tiga arc.a

Ancaman intoleransi ini pun menjadi 'lampu kuning' bagi pihak terkait, khususnya pemerintah daerah untuk lebih waspada. Kepolisian juga harus kerja lebih ekstra untuk mencegah kasus ini terulang. Di sisi lain, ada pihak yang berspekulasi kasus ini merupakan rekayasa karena beberapa pelaku kekerasan ini adalah orang dengan gangguan jiwa.

1. Upaya pengamanan kepolisian pada pemuka agama

Ancaman Intoleransi di Tengah Keberagaman: Ada Skenario Jangka Panjang?IDN Times/Akhmad Mustaqim

Melalui dialog antara Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kepolisian, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri diminta mengusut kasus penyerangan pemuka agama dengan ekstra hati-hati agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Kepala Bagian Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah memerintahkan seluruh kepolisian daerah untuk melindungi pemuka agama.

"Jadi untuk mencegah itu, pak Kapolri sudah perintahkan kepada seluruh Kapolda untuk memberikan perlindungan dan rasa aman kepada ulama, tokoh agama. Dengan memperintahkan seluruh Kapolda untuk turun ke lapangan. Menyentuh kiai dan ulama," uja Ari di kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, (21/2).

Selain itu, Ari Dono mengungkapkan, Polri juga akan berpatroli di sekitar kawasan pondok pesantren dalam upaya pencegahan tindak kekerasan pada ulama dan kiai.

"Kemudian preventifnya dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan patroli di pondok pesantren dan sebagainya," kata Ari.

Kapolri juga memerintahkan jajaran reserse kepolisian daerah agar berkoordinasi dengan dinas sosial, untuk mengamankan orang dengan gangguan jiwa yang berperilaku mencurigakan. Nantinya, kepolisian akan mencaritahu lebih lanjut orang tersebut.

"Kemudian, saya memerintahkan jajaran reserse berkoordinasi dengan pemerintah daerah khususnya, dinas sosial, dengan Satpol PP untuk kita patroli bersama. Kalau ada orang yang berperilaku menunjukan aneh, yang bisa menimbulkan suatu keresahan diamankan di dinas sosial, untuk dilakukan pendalaman," kata Ari.

Tak hanya itu, kepolisian juga mendata orang yang baru keluar dari rumah sakit jiwa. Data tersebut digunakan kepolisian untuk mencari mereka, apakah nantinya orang tersebut akan diamankan atau diserahkan kepada keluarganya.

"Kemudian untuk Rumah Sakit Jiwa, kita minta data, siapa sih yang baru ke luar, kemana dia sekarang? Itu tentunya sebagai bahan kajian bahwa perhatian kita, apa tindak lanjut untuk melaksanakan pengamanan," ucap Ari.

Tak sampai di situ, menurut Ari, kepolisian juga akan mencari psikolog untuk menentukan apakah pelaku benar mengalami gangguan jiwa atau tidak.

"Pastinya tim ahli akan menanyakan. Pak Kapolri perintahkan, bukan hanya dari polisi cari ahli psikologis, psikiater, untuk bisa meneliti siapa dia ini? Kemudian juga untuk menanyakan dia, siapa ke belakang, itu juga pakai ahli," tutur Ari.

2. Penyerangan pemuka agama kasus kriminal biasa

Ancaman Intoleransi di Tengah Keberagaman: Ada Skenario Jangka Panjang?IDN Times/Akhmad Mustaqim

Ari menyatakan kasus kekerasan terhadap tokoh agama sejatinya tindak kriminal biasa. Berdasarkan data Bareskrim Polri, kata Ari, sudah ada 21 peristiwa kekerasan terhadap pemuka agama.

Seperti di Aceh, Banten, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta, masing-masing terjadi satu peristiwa. Lalu di Jawa Timur empat peristiwa, dan paling banyak di Jawa Barat yaitu 13 peristiwa.

"Seluruh peristiwa itu murni kriminal biasa. Pelaku, modus, hingga motifnya beragam dan tak ada kecenderungan seperti yang selama ini jadi pembicaraan masyarakat. Justru masyarakat malah terjebak dengan agenda sebenarnya jika terus membicarakan ini," kata Ari.

Karena itu, polisi berpangkat bintang tiga itu meminta supaya masyarakat tidak ikut terprovokasi dengan kabar burung yang beredar di media sosial. Hoax yang mendapat respons dari masyarakat luas akan semakin memperkeruh suasana kebangsaan. 

"Jangan terpancing provokasi, lalu kemudian malahan balik memprovokasi melalui opini atas kabar kasus kekerasan terhadap pemuka agama," tutur Ari.

Sebagai pihak terdepan dalam menangani segala tindak kriminalitas di Indonesia, Ari berjanji akan terus mencari siapa oknum yang bertanggung jawab atas isu yang beredar ini. 

"Pasti akan terungkap. Kami dalami terus para penggoreng isu, lalu mereka sendiri yang sebarkan isu itu. Terpenting, justru seharusnya masyarakat melontarkan pertanyaannya adalah 'siapa sutradara yang menggoreng lalu menyebarkan isu sendiri itu?' Agar tak terjebak lagi polemik kontra produktif," kata dia. 

Guna menghindari hoax, mantan wakil kepala Bareskrim ini berjanji akan mempublikasikan data dan fakta yang ditemukan di lapangan, agar hoax tidak tersebar.

"Percayakan pada aparat bahwa menggali agar mengungkapkan ini semua, bukan seperti membalikkan telapak tangan. Data dan fakta yang nantinya disampaikan kepada masyarakat, harus konkret agar justru tak malahan menjadi hoax," ujar Ari. 

Baca juga: [Linimasa] Kasus Intoleransi dan Kekerasan Beragama Sepanjang 2018

3. Hati-hati menyimpulkan adanya rekayasa 

Ancaman Intoleransi di Tengah Keberagaman: Ada Skenario Jangka Panjang?IDN Times/Akhmad Mustaqim

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan dialog ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi. Terutama, terkait tindak kekerasan yang melibatkan pemuka agama, khususnya umat Islam.

"Sejak Desember 2017 hingga sekarang ini kita menyaksikan banyak terjadi peristiwa yang menyentuh lambang keagamaan, baik figur agama, ustaz, mubalig, pendeta, dan juga tempat ibadah terjadi penyerangan," kata Din Syamsuddin.

Din mengatakan kasus ini terkesan direkayasa oleh sekelompok pihak tertentu. Kendati, dia menyebutkan, kesimpulan itu tidak bisa buru-buru ditafsirkan sebagai rekayasa. Dia mengklarifikasi anggapan MUI yang terlalu dini menganggap kasus ini rekayasa.

"Ini logika kami dapat disimpulkan, ini tidak berdiri sendiri tapi bagian dari rekayasa. Dan rekayasa yang canggih itu boleh jadi menciptakan seolah-olah tidak berdiri sendiri. Nah ini kami mengklarifikasikannya," ujar dia.

Din mengapresiasi kinerja kepolisian yang telah memproses sejumlah pelaku penyerangan pemuka agama. Namun, polisi diminta benar-benar teliti dalam mengusut kasus ini, termasuk dalam menentukan apakah pelaku ini benar orang dengan gangguan jiwa atau bukan.

"Kesimpulan itu bisa menjadi bumerang. Kalau bisa disimpulkan itu karena orang gila, ini bisa menimbulkan (anggapan), wah ini tidak bisa diselesaikan dan kemudian selesai dengan dalih orang gila," ujar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.

"Karena nanti bisa ditanya balik, lah kenapa tiba-tiba Desember sampai sekarang sering muncul musimnya orang gila dan menyerang tokoh-tokoh agama? Nah, ini yang harus dijelaskan oleh Polri," dia melanjutkan.

Din mengingatakan, tidak ada kaitan sama sekali antara Islam dan terorisme. Menurut dia, terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan dan merusak tatanan kehidupan.

"Terhadap penanganan terorisme ya kita dukung, terorisme tidak ada kaitannya dengan Islam, merupakan kejahatan kemanusiaan, merusak tatanan kehidupan dan kerukunan bangsa, namun kita minta jangan kaitkan dengan Islam," ujar Din.

4. ICMI mendesak polisi mengusut kasus kekerasan pada tokoh agama secara profesional

Ancaman Intoleransi di Tengah Keberagaman: Ada Skenario Jangka Panjang?icmi.or.id

Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) ikut buka suara terhadap merakanya kasus kekerasan pemuka agama. Mereka mendesak kepolisian segera memproses para pelaku meskipun terduga pelaku penganiayaan dianggap menderita gangguan jiwa.

Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie mengatakan ada sekitar 21 kasus yang terkait penganiayaan sejumlah pemuka agama. Jimly juga mengimbau masyarakat tidak cepat mengambil kesimpulan bahwa kasus ini terorganisir.

"Dari laporan yang disampaikan pak Wiranto beberapa bulan terakhir, saya dengar dari beliau 21 kasus. Kayaknya mudah sekali ditafsirkan ini terorganisir, belum pernah kejadian seperti ini. Walaupun kita tidak boleh terlalu cepat buat kesimpulan," kata Jimly, pada kesempatan yang sama.

Jimly mengatakan kepolisian harus memberi tindakan tegas bagi pelaku yang dianggap menderita gangguan jiwa. Setelah itu, baru mengusut tuntas apa motif dari tindak kekerasan itu.

"Kepolisian menunjukkan tindakan tegasnya dulu, kemudian mengusut tuntas motif kekerasan yang dilakukan terhadap siapa pun pemuka agama di Indonesia," kata Jimly.

Lebih lanjut, Jimly mengungkapkan, kepolisian harus bisa menangani kasus ini secara adil. Tidak membeda-bedakan antara golongan mana pun. Dengan begitu, kepolisian tidak diskriminatif pada salah satu golongan.

"Kita imbau aparat melakukan melakukan ini jangan memberi kesan berpihak pada salah satu saja, tapi yang 21 kasus itu diperlakukan sama. Supaya sebagaian umat beragama itu tidak merasa, wah ini diskriminatif," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstituti (MK) itu.

ICMI juga mengimbau kepada pemerintah agar melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengusut kasus kekerasaan pada pemuka agama. Menurut Jimly, BIN harus dilibatkan agar kasus serupa tidak terulang.

"Kita imbau aparat BIN itu lebih aktif, kalau kepolisian itu sifatnya Puspaktum, sesudah kejadian (baru bisa bertindak). BIN mudah-mudahan bisa membantu menelusuri supaya lebih preventif," kata dia.

Jimly pun mengimbau pada seluruh tokoh masyarakat dan agama, agar tidak terpancing dengan kasus seperti ini. Biarkan polisi yang mengusut tuntas dan menindak tegas pelaku kekerasan yang mengorbankan pemuka agama itu.

"Baik tokoh masyarakat di lapisan kepengurusan rumah ibadah, pengurus masjid, gereja, siapa saja jangan grusak-grusuk. Diproses saja secara normal kita tidak boleh gugup," tutup Jimly.

5. Belajar dari Kabupaten Bojonegoro

Ancaman Intoleransi di Tengah Keberagaman: Ada Skenario Jangka Panjang?sketsanews.com

Ada hal menarik yang dapat menjadi pelajaran dari Kabupaten Bojonegoro. Dalam lima tahun terakhir ini, tak ada kasus-kasus intoleransi. Karena itu, Pemkab Bojonegoro lebih tenang menghadapi maraknya kekerasan terhadap pemuka agama ini.  

Rupanya, Pemkab Bojonegoro punya strategi khusus untuk meredam kekerasan dan intoleransi antarumat beragama. Pertama, adalah membentuk Forum Komunikasi Umat Beragama.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Heru Sugiharto mengatakan, secara ideologi toleransi di Bojonegoro dibangun bersama. Salah satu dukungan Pemkab Bojonegoro dalam keagamaan adalah membentuk Forum Komunikasi Umat Beragama yang menjadi bagian dari forum pemuda. 

"Pengurusnya adalah tokoh-tokoh semua agama. Dengan demikian, isu intoleransi antarumat beragama dapat diredam dengan cepat," ujar Heru di Jakarta, Rabu (21/2).

Kedua, adalah membentuk Wali Amanah Desa. Menurut Heru, seluruh lapisan masyarakat harus dilibatkan dalam semua aspek kebijakan. Pemkab Bojonegoro pun membentuk Wali Amanah Desa untuk mengawal segala permasalahan di desa.

"Anggotanya adalah wakil masyarakat miskin, para pemuda, dan tokoh agama yang belum terakomodasi dalam organisasi-organisasi. Peran pemuda di Bojonegoro dibangun melalui pengembangan ekonomi kreatif," ujar dia. 

Cara ketiga yakni dengan membuka forum dialog publik setiap pekan. Setiap Jumat, Pemkab Bojonegoro membuka forum dialog publik yang disiarkan langsung di radio dan media sosial.

Menurut Heru, masyarakat berhak menyuarakan masalah apa pun pada Pemda, mulai masalah infrastruktur hingga pemenuhan hak-hak yang terabaikan. Masyarakat yang kurang puas dengan kinerja pemerintah juga diperbolehkan mendatangi Gedung Pemkab Bojonegoro.

"Gedung baru Pemkab adalah satu-satunya gedung yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat, apa pun status sosialnya. Melalui pendekatan keterbukaan secara struktural ini, isu radikal dan intoleransi tentu dapat ditangkal dengan cepat," ujar dia.

6. Ada skenario di balik penyerangan tokoh agama

Ancaman Intoleransi di Tengah Keberagaman: Ada Skenario Jangka Panjang?IDN Times/Sukma Shakti

Pengamat terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menilai, maraknya kasus penyerangan terhadap tokoh agama dan tempat ibadah belakangan ini adalah by design alias skenario.

"Saat ini kita memang sedang berada pada masa paling 'greget'. Fasisme agama dan fasisme negara cenderung menguat dalam waktu yang bersamaan. Mengapa saya katakan paling 'greget'? Karena ini zaman digital, informasi yang bersifat propaganda dan agitasi sangat sulit difilter. Teknologi terlibat secara luar biasa di sini," ujar Fahmi dalam keterangan tertulisnya kepada IDN Times, Rabu (21/2).

Menurut Fahmi, situasi tersebut terjadi berulang kali, bahkan sejak Indonesia merdeka. Situasi-situasi puncaknya dapat dilihat di antaranya seperti masa-masa menjelang dan setelah G 30 S, lalu pada masa-masa konsolidasi asas tunggal Pancasila di penghujung Orde Baru dan awal reformasi. 

"Pelakunya? Ya itu-itu saja. Mereka menyebar, di kelompok-kelompok politik yang bahkan berhadap-hadapan. Yang satu mendorong menguatnya fasisme agama sebagai alat delegitimasi rezim, yang satu lagi mendorong fasisme negara sebagai solusi terhadap penguatan fasisme agama itu," kata dia.

Menurut Fahmi, target jaringan fasis tentu saja tidak jangka pendek. Ini adalah proyek jangka panjang yang ifrastrukturnya sudah disiapkan, bahkan sejak pemilu 2014 tuntas.

"Ini bukan jaringan teror. Ini jaringan fasis. Bahwa mereka melibatkan kelompok-kelompok ekstrem, itu mungkin saja. Namun perlu ditelaah lebih lanjut," ungkap dia.

Fahmi mengaggap, fasisme agama sedang menguat dan ditandai gejala empirisme dan ortodoksi dalam beragama. Ini ibarat rumput atau jerami kering yang siap dibakar sewaktu-waktu.

"Situasi saat ini adalah situasi yang problem hukum dan keamanan berkelindan dengan problem sosial ekonomi. Polri harus berhati-hati mengambil langkah," ujar dia.

Fahmi menilai, problem sosial ekonomi bukan domain Polri dan tentu saja tak dapat dikatakan menguasai persoalannya. Mereka tak akan sanggup mengelola situasi ini sendirian, namun melibatkan militer serta butuh kehati-hatian. 

"Penting bagi Polri untuk mendesain pendekatan yang lebih dialogis, lentur, dan humanis agar tak kontraproduktif bagi upaya penegakan hukum dan keamanan yang harus mereka lakukan dalam kondisi apa pun," tutur dia.

Fahmi memprediksi, serangan-serangan terhadap rumah ibadah ataupun tokoh agama masih akan terus terjadi. "Akan terus terjadi sepanjang kita justru sibuk berdebat mana yang benar, apakah fasisme agama atau fasisme negara. Padahal apa pun bentuknya, fasisme selalu akan menjadi ancaman bagi demokrasi kita," ujar dia.

Polri telah memutuskan untuk melakukan pendekatan langsung ke tokoh-tokoh agama. Menurut Fahmi, pendekatan tersebut memang penting, namun perlu diingat, saat ini pelibatan pemuka agama secara sruktural saja tak cukup kuat. 

"Perlu pelibatan yang lebih luas, lebih berwarna dan lebih berkualitas. Tak sekadar panggung-panggung seremonial saja," ujar dia.

Alasannya, kata Fahmi, saat ini kekuatan media sosial telah menjadi salah satu instrumen penting pembentuk persepsi masyarakat.

"Ya tunjukkan saja aksi konkret. Meningkatkan security awareness publik dan peningkatan sense of hazard pada personelnya di lapangan, juga berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan lainnya untuk pengembangan dialog dan pengelolaan problem sosial ekonomi yang tidak dikuasainya tadi," ujar Fahmi.

Baca juga: MUI: Usut Tuntas Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama

Topik:

Berita Terkini Lainnya