3 Hal yang Perlu Kamu Tahu soal Kehalalan Vaksin Difteri

Hoax seputar vaksin merajalela di medsos

Jakarta, IDN Times - Pro kontra penggunaan vaksin masih meresahkan masyarakat. Termasuk vaksin Difteri. Tak sedikit orangtua yang melarang pemberian vaksin ini pada anaknya lantaran dinilai haram. Hoax seputar vaksin juga merajalela di sosial media.

Padahal, di tengah status Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri, pemberian vaksin sangat diperlukan guna mencegah penyebaran penyakit mematikan itu. 

1. Angka kematian di dunia rata-rata 5-10 persen

3 Hal yang Perlu Kamu Tahu soal Kehalalan Vaksin DifteriANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Kemenkes mencatat sepanjang 2017 angka kematian akibat Difteri mencapai 4,62 persen, atau setara 44 orang meninggal. Di tingkat dunia, angka kematian rata-rata 5-10 persen. Sebab itu, pemberian vaksin untuk mencegah penyebaran Difteri penting dilakukan.

2. Soal halal-haram, Kemenkes kirimkan surat ke Presiden

3 Hal yang Perlu Kamu Tahu soal Kehalalan Vaksin DifteriANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Kementerian Kesehatan melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, perihal perdebatan kehalalan vaksin, khususnya Difteri.

"Kami membuat surat ke Presiden terkait penilaian halal. Tidak gampang membuat vaksin baru karena harus melakukan observasi lagi. Sementara kalau kita tidak memiliki obat bisa berbahaya. Kami sudah membicarakan ini ke Kemenag, BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), dan MUI," kata Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam diskusi Forum Medan Merdeka Barat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Jumat 12 Januari.

Menurut Nila, riset vaksin membutuhkan waktu lama. Jika kehalalan menjadi tolok ukur, harus dilakukan riset yang memakan waktu, sementara stok obat terbatas dan Difteri semakin mengancam.

"Kalau semua dianggap gak halal, kalau kita sakit kita mau apa? Soal pemberian vaksin ini kami sudah melakukan pengkajian, ayolah orangtua bersikap bijak," ujar Nila.

Baca juga: Menkes Imbau Dinkes Cabut Status KLB Jika Tak Ada Laporan Kasus Difteri

Sementara, Ketua Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso mengatakan, produsen yang belum melakukan proses sertifikasi halal suatu produk memang diragukan kehalalannya. Sesuai aturan, sebuah produk baru dapat digunakan jika ada label sertifikasi halal. Namun, lain halnya jika berada dalam kondisi darurat.

"Misal dalam produknya ada bahan gak halal, itu bisa memberikan pemahaman ke masyarakat bahwa dalam kondisi darurat produk itu bisa menjadi bagian untuk menyelesaikan (masalah) jika sampai menyebabkan kematian. Jadi, bisa dipakai," ujar Sukoso pada kesempatan sama.

3. Vakin Difteri bukan berasal dari enzim hewan

3 Hal yang Perlu Kamu Tahu soal Kehalalan Vaksin DifteriANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Dirut PT Bio Farma Juliman mengatakan, untuk menguji sebuah vaksin, pengembangannya harus dimulai dari awal yang memakan waktu yang tidak sebentar. Dia menggarisbawahi bahwa vaksin Difteri tidak memakai enzim hewan.

"Kalau membuat vaksin baru lebih mudah. Kan kalaupun mengambil bahan dari hewan bukan dagingnya yang diambil, tapi enzimnya. Apakah itu najis? Soal halal-haram ini, yang jelas kami selalu berusaha menghindari bahan-bahan terlarang. Perlu dicatat, vaksin Difteri gak pakai enzim hewan. Soal halal-haram yang bisa tentuin MUI," kata Juliman, pada kesempatan yang sama.

Baca juga: Pro Kontra Kehalalan Vaksin Difteri, Begini Penjelasan BPJH

Topik:

Berita Terkini Lainnya