20 Tahun Reformasi: Kekerasan Seksual Masih Marak

Tak cukup hanya dengan menjalankan regulasi

Jakarta, IDN Times - Isu kekerasan seksual masih marak kendati Indonesia telah melampaui 20 tahun reformasi. Menurut Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana Manalu, 20 tahun masa reformasi adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan perjalanan penghapusan kekerasan seksual di Indonesia. 

1. Cara pandang masyarakat terhadap perempuan masih diskriminatif

20 Tahun Reformasi: Kekerasan Seksual Masih MarakIDN Times/Indiana Malia

"Kita masih punya banyak tantangan karena kekerasan terhadap perempuan itu mengakar kepada cara pandang yang diskriminatif sehingga pondasi yang harus diintervensi dengan serius itu justru perubahan budaya. Dalam 20 tahun ada sejumlah regulasi yang dikeluarkan untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak perempuan, terutama penanganan perempuan korban kekerasan," ujar Azriana di Komnas Perempuan, Selasa (23/1).

Namun demikian, imbuh Azriana, regulasi saja tak cukup jika lahir di tengah masyarakat yang masih diskriminatif pada perempuan. Menurut dia, tak sedikit yang memiliki cara pandang keliru melihat kekerasan terhadap perempuan.  

"Jadi kalau dianggap ada regulasi itu sudah selesai. Padahal regulasi perlu dipastikan, digunakan dengan perspektif gender yang baik oleh aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan pemerintah daerah karena kalau perspektif itu tidak mereka miliki, regulasi itu gak bisa digunakan untuk mencapai tujuan. Jadi dia hanya hiasan saja di atas kertas," imbuhnya.

Baca juga: [INFOGRAFIS] Fakta Kekerasan Seksual yang Bisa Saja Terjadi Padamu

2. DPR harus menggunakan perspektif gender dalam pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

20 Tahun Reformasi: Kekerasan Seksual Masih MarakIDN Times/Indiana Malia

Menurut Azriana, pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus menggunakan perspektif gender. Jika suasana pembahasan di internal DPR sendiri tidak menggunakan perspektif gender dan enggan mendengar temuan-temuan terkait kekerasan terhadap perempuan, itu akan membuat RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tak menemui titik temu.

"Bisa saja isu-isu kekerasan yang menurut kita perlu serius disikapi, namun dianggap sepele yang tak perlu dibesar-besarkan. Ini tantangannya, karena faktanya regulasi punya daya paksa, bahkan kalau mau bisa mengubah budaya (kekerasan seksual). Sejauh ini kan masih sebatas formalitas saja," ungkap Azriana.

3. Komisi VIII akan temui KPPA untuk membahas kelanjutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

20 Tahun Reformasi: Kekerasan Seksual Masih MarakAntara Foto/Rahmad

Anggota Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Komisi VIII DPR RI Dyah Pitaloka mengatakan, dia akan sesegera mungkin bertemu pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) guna membahas kelanjutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Sebab, draft penghapusan kekerasan kerap berganti-ganti, bahkan ada sekian pasal penting yang telah dihapus.

"Dan kalau dibahas secara terbuka akan panjang lagi. Saya minta ketemu pihak KPPPA untuk membahas poin-poin ini. Selain itu, Komnas Perempuan juga perlu melakukan lobi ke Komisi VII DPR, mungkin perlu juga ke anggota yang laki-laki untuk membantu memberikan pemahaman perspektif gender," ungkapnya.

Baca juga: Marak Kekerasan Seksual di Tempat Wisata, Ini 3 Penyebabnya

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya