Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai Anies

Banyak pro-kontra sejak reklamasi ini dimulai 37 tahun lalu

Jakarta, IDN Times – Permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan terkait pembatalan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) tiga pulau reklamasi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang yang juga Kepala Badan Pertahanan Nasional Sofyan Djalil ditolak. Penolakan menurut Sofyan karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, menurut Sofyan, penerbitan sertifikat disebut sudah sesuai hukum pertanahan.

Surat Anies kepada Sofyan pada tanggal 29 Desember 2017 itu menjadi babak baru dalam jalan panjang reklamasi yang bermula pada 1981.

1. Bermula dari Ancol

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesIDN Times/Linda Juliawanti

PT Pembangunan Jaya disebut dalam catatan pemberitaan Kompas, sebagai perusahaan pertama yang melakukan reklamasi di Ancol untuk kawasan industri dan rekreasi sekitar tahun 1981. Sepuluh tahun berselang giliran hutan bakau Kapuk yang ‘disulap’ menjadi perumahan dan dikenal dengan sebutan Pantai Indah Kapuk.

Baca juga: Raperda Reklamasi, Anies Cuma Senyum, Sandi Minta Lapangan Kerja

2. Awal mula perdebatan

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesAntara Foto/Wahyu Putro

Tahun 1995, reklamasi menjadi perdebatan setelah sejumlah pihak menuduh reklamasi Pantai Pluit mengganggu mekanisme arus pendinginan PLTU Muara Karang. Pada tahun yang sama, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52 mengenai reklamasi Teluk Jakarta. Keppres mengatur Gubernur DKI Jakarta adalah pihak berwenang untuk reklamasi.

3. Kementerian Lingkungan Hidup VS Pemprov DKI

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesAntara Foto/Agung Rajasa

Akibat keputusan tersebut, Pemprov DKI Jakarta kerap bersitegang dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Pemprov DKI ingin melakukan reklamasi, sementara KLH menilai reklamasi merusak lingkungan.

Pada 1999, DPRD dan Pemprov DKI pada masa Gubernur Sutiyoso mengeluarkan peraturan yang isinya menyebut tujuan reklamasi untuk perdagangan dan jasa internasional, perumahan dan pelabuhan wisata.

Empat tahun berselang KLH menyatakan reklamasi Jakarta tidak layak dilaksanakan karena berisiko banjir, merusak ekosistem laut, dan menyebabkan penghasilan nelayan menurun.

4. Ditentang sejumlah perusahaan

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai Aniesmahkamahagung.go.id

Keputusan KLH itu lalu ditentang 6 perusahaan pengembang yang akan melakukan reklamasi. Mereka adalah PT Bakti Bangun Era Mulia, PT Taman Harapan Indah, PT Manggala Krida Yudha, PT Pelabuhan Indonesia II, PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertindo.

Setelah melalui sejumlah proses, Mahkamah Agung memenangkan para pengusaha dan mencabut putusan kasasi (PK) dan dicabutnya keputusan KLH sehingga proyek reklamasi tetap dilanjutkan.

5. Izin prinsip dan pelaksanaan Pulau D

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai Aniesrepublika.co.id
Pada 2007 Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menerbitkan izin prinsip untuk Pulau 2A yang kemudian menjadi Pulau D untuk PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group. Lalu pada 2010, pengganti Sutiyoso, Fauzi Bowo menerbitkan izin pelaksanaan untuk Pulau 2A tersebut.

6. Pembangunan tanggul hingga 17 pulau reklamasi di era Foke

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesAntara Foto

Setelah terjadi banjir rob parah di 2007, pemerintah Belanda dan Pemda Jakarta bekerja sama merancang sistem pertahanan laut yang dilakukan pada 2009–2012, yang kemudian dikenal sebagai “giant sea wall” atau Great Garuda atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Gubernur DKI Jakarta saat itu Fauzi Bowo (Foke) lalu memasukkan rencana reklamasi pulau-pulau ke dalam NCICD dengan alasan kemitraan antara pemerintah dengan pengembang.

Lima tahun berselang atau tepatnya pada 19 September 2012, Foke mengeluarkan peraturan mengenai penataan tata ruang reklamasi dan mengungkapkan akan ada 17 pulau yang dinamai Pulau A sampai Pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Foke juga sempat menerbitkan izin prinsip untuk Pulau F, G, I, dan K.

7. Reklamasi ditangan Jokowi dan Ahok

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesIDN Times

Menggantikan Foke, Joko Widodo (Jokowi) sengaja tidak memperanjang izin pelaksanaan pengembang reklamasi yang kedaluwarsa di September 2013. Jokowi beralasan ingin reklamasi menguntungkan masyarakat.

Namun pada 23 Desember 2014, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerbitkan izin pelaksanaan untuk Pulau G untuk anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudra. Ahok juga menerbitkan empat izin pelaksanaan untuk pulau F, H, I, dan K sejumlah perusahaan di Oktober 2015.

Selanjutnya Ahok mengeluarkan izin reklamasi Pulau G, Pulau F, Pulau I, dan Pulau K. Masih ada sekitar 13 Pulau yang belum mendapat izin pelaksanaan reklamasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

8. Pertentangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesANTARA FOTO/Hendra Nurdiansyah

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Pemda DKI untuk menghentikan reklamasi dengan alasan itu adalah wewenang pemerintah pusat. Kementerian Kelautan dan Perikanan lalu mengkaji penghentian sementara (moratorium) reklamasi.

Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya. Moratorium yang masih berupa kajian tersebut tidak menghentikan langkah Pemprov DKI Jakarta untuk tetap melaksanakan reklamasi.

9. Suap reklamasi dan penghentian pembahasan Raperda

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesAntara Foto/Reno Esnir

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, M. Sanusi, dengan tuduhan suap terkait dua raperda reklamasi pada Maret 2016. KPK juga menahan Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja untuk dugaan yang sama.

Akibat kasus tersebut DPRD DKI tidak melanjutkan pembahasan karena belum ada kejelasan dari pemerintah pusat terkait kelanjutan Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang memayungi dua Raperda yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura).

10. Pencabutan moratorium Pulau G

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Pemerintah pusat memutuskan untuk mencabut sanksi administratif (moratorium) Reklamasi Pulau G Teluk Jakarta. Keputusan itu diambil Menko Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan, setelah tim teknis Kemenko Maritim memberikan opsi sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pulau G yang bersinggungan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Karang.

Dengan adanya keputusan itu, Pemprov DKI mendorong DPRD DKI agar melanjutkan pembahasan dua Raperda Reklamasi yang sempat tertunda tersebut.

11. Menanti janji Anies-Sandi menghentikan reklamasi

Mengenal 11 Hal Tentang Reklamasi Jakarta, dari Soeharto Sampai AniesIDN Times/Helmi Shemi

Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno menargetkan penghentian reklamasi dalam salah satu dari 23 program janji politiknya di Pilkada DKI 2017.

Anies melalui Tim Sinkronisasi sempat mengkaji rencana penghentian reklamasi bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah pada 20 Juni 2017. Sebelum akhirnya mengirimkan surat permohonan pembatalan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) tiga pulau reklamasi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang yang juga Kepala Badan Pertahanan Nasional Sofyan Djalil.

Baca juga: Soal Reklamasi Jakarta, Ini Komentar Gubernur DKI Jakarta

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya