Mengembalikan Makna Car Free Day yang Sesungguhnya

Car free day jangan lagi ditumpangi oleh kepentingan politik

Jakarta, IDN Times - Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau lebih dikenal dengan sebutan Car Free Day (CFD), kini hadir hampir di setiap kota atau kabupaten di Indonesia. Masyarakat umumnya memanfaatkan kegiatan yang berlangsung setiap akhir pekan ini, untuk berolahraga sekaligus rekreasi. 

Namun, seiring waktu dan bertambahnya jumlah masyarakat yang beraktivitas dalam kegiatan ini, banyak pihak yang memanfaatkannya untuk berkampanye. Mulai dari kampanye sosial hingga politik.

Tak banyak warga yang mengetahui awal mula diselenggarakannya car free day, yang sebenarnya jauh dari urusan politik. 

1. Berawal dari gerakan menyadarkan pengguna kendaraan bermotor

Mengembalikan Makna Car Free Day yang SesungguhnyaIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Berawal dari sebuah keinginan untuk menyadarkan pengguna kendaraan bermotor untuk lebih bijak menggunakan kendaraannya, pada 22 September 2002 Alfred Sitorus bersama beberapa temannya menginisiasi Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB).

Car free day bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat untuk menurunkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan bermotor dan mengurangi tingkat pencemaran udara di kota-kota besar.

Setelah hampir 16 tahun berlangsung, banyak terjadi perubahan dalam kegiatan ini. Di antara perubahan yang terjadi adalah seringnya CFD ditumpangi kegiatan berbau politik.

Beberapa waktu lalu, misalnya, terdapat kelompok massa yang terbagi dalam dua kelompok besar yakni gerakan ganti presiden pada 2019 dengan tagar #2019GantiPresiden, dan kelompok pendukung Joko 'Jokowi' Widodo dengan baju bertuliskan "dia sibuk kerja".

Bahkan, sempat beredar video viral seorang ibu bersama anaknya menjadi korban persekusi dari massa #2019GantiPresiden di CFD Jakarta. Mereka mengintimidasi perempuan itu lantaran diduga sebagai pendukung Jokowi.

Kegiatan berunsur politik ini membuat Alfred merasa prihatin. Ia berharap masyarakat memahami tujuan dilaksanakannya CFD.

“Kami selaku inisiator CFD kecewa dengan adanya kegiatan politik di CFD. Tapi, kami sepakat untuk mengembalikan roh CFD seperti semula,” ucap Alfred ketika ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat.

Di balik keprihatinannya, Alfred berharap, pelaksanaan CFD ke depan akan berlangsung seperti sedia kala.

“Kami berharap kegiatan politik di CFD tidak berlarut-larut. Sudah 16 tahun berlangsung masak masih stuck begini? Kami berharap CFD Jakarta bisa jadi contoh bagi pelaksanaan CFD di kota, bahkan negara lain seperti Filipina, India, Srilanka, dan Thailand,” ucap Alfred.

2. Peraturan Gubernur DKI melarang kegiatan berunsur politik di CFD

Mengembalikan Makna Car Free Day yang SesungguhnyaIDN Times/Gregorius Aryodamar

Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016 tentang pelaksanaan hari bebas kendaraan bermotor sudah jelas melarang kegiatan berunsur politik di CFD. Tak hanya berunsur politik, kegiatan yang mengandung suku, agama, dan ras (SARA) serta kegiatan yang bertujuan menghasut juga dilarang dalam CFD.

Sedangkan aktivitas yang boleh dilakukan saat CFD berlangsung di antaranya adalah kegiatan olahraga dan lingkungan hidup.

“Semua orang tanpa kecuali boleh datang ke CFD. Hanya saja ada aturan yang harus diperhatikan. Tidak semua kegiatan boleh di CFD,” kata Kepala Satpol PP DKI Jakarta Yani Wahyu, pada kesempatan yang sama.

Baca Juga: FOTO: Lautan Manusia Padati Car Free Day Sudirman-Thamrin

3. CFD di Jakarta dianggap tak lagi nyaman

Mengembalikan Makna Car Free Day yang SesungguhnyaIDN Times/Gregorius Aryodamar

Beberapa tahun lalu suasana CFD masih sangat nyaman. Banyak orang bersepeda, berolah raga atau hanya sekadar jalan-jalan. Sekarang kondisinya semakin padat, ditambah berbagai kegiatan seperti aksi penyampaian pendapat yang membuat CFD tak lagi nyaman.

Begitulah cerita dari millennials asal Jakarta bernama Sindy Febriyani, yang berkisah tentang pengalamannya di CFD dulu.

“Aku dulu sering lari pagi atau naik sepeda di CFD sambil bawa anjing. Dulu masih sepi, masih enak, sekarang gak,” ujar Sindy.

Hal senada juga diceritakan Victoria. Mahasiswa asal Jakarta ini menuturkan, ia kurang tertarik lagi  datang ke CFD, karena kondisinya semakin padat dan terlalu banyak kegiatan yang membuat ia tak bisa lagi berolahraga dan bermain bebas seperti sebelumnya.

“Dulu aku senang banget ke CFD. Tapi karena sekarang makin padat jadi malas ke CFD lagi,” kata dia.

4. Larang kegiatan bermuatan politik di CFD

Mengembalikan Makna Car Free Day yang SesungguhnyaIDN Times/Gregorius Aryodamar

Demi meningkatkan kenyamanan masyarakat, Pemprov DKI Jakarta melarang penggunaan atribut politik di kawasan CFD. Ini merupakan bentuk preventif yang dilakukan petugas keamanan saat kegiatan ini.

“Kami akan tegur dan imbau orang-orang yang memakai atribut politik di kawasan CFD dengan cara persuasif dan humanis,” jelas Yani.

Bagi masyarakat yang terpaksa harus melintasi kawasan CFD namun masih menggunakan atribut politik, petugas keamanan akan meminta orang tersebut mengganti kaus yang ia gunakan, dengan kaus putih polos yang telah disediakan petugas.

“Kami juga menyediakan kaus putih polos untuk orang-orang yang terpaksa melintasi CFD tapi masih menggunakan kaus berunsur politik, sambil kami imbau dan jelaskan aturannya,” kata Yani.

5. CFD di Jakarta pernah jadi ajang politik saat Pilkada DKI

Mengembalikan Makna Car Free Day yang SesungguhnyaInstagram/@basukibtp

Gerakan #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja bukan aksi politik pertama di CFD. Jauh sebelumnya, saat kampanye pemilihan gubernur Jakarta 2016 lalu, juga terdapat kegiatan bertajuk ‘Kita Indonesia’ di kawasan CFD. 

Kegiatan tersebut merupakan bentuk dukungan bagi calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan calon wakil gubernur Djarot Saifulah Hidayat. Namun, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang saat itu turut memberikan orasi dan mendukung Ahok, berdalih itu bukan aksi politik, melainkan aksi budaya.

Baca Juga: Keliling CFD Pakai Kebaya, Ibu-ibu Ini Ingin Anak Muda Cintai Budaya

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya