Stop Ketergantungan Pada Asing, Mari Berdayakan Warga Indonesia Sendiri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Rupiah makin tertekuk menghadapi dolar Amerika yang telah menembus angka 14.000 lebih. Angka ini merupakan rekor terburuk semenjak turunnya rezim Orde Baru. Bahkan diperkirakan nilai rupiah bisa turun sampai pada angka 20.000 per dolar Amerika. Pada level ini, banyak pemerhati atau pegiat ekonomi yang ribut-ribut mengatakan bahwa Indonesia bisa terancam kolaps.
Namun tak semudah itu membuat sebuah negara kolaps. Indonesia pernah mengalami masa yang lebih suram. Kalau tidak percaya, cobalah ingat kembali krisis multidimensi di tahun 1998. Kerusuhan yang menandakan usainya rezim Orde Baru dan dimulainya transisi ke era Reformasi.
Waktu itu, pergolakan dalam negeri sangat mengerikan. Kerusuhan dimana-mana, inflasi, sensitifitas terhadap etnis tertentu memanas, belum lagi utang yang membengkak. Salah satu contoh hutang adalah pinjaman Indonesia pada International Monetary Funds (IMF).
Sumber Gambar: danudika.files.wordpress.com
Ini gambaran Indonesia telah memiliki pengalaman jatuh bangun yang luar biasa. Kita telah melewati krisis di setiap lini kehidupan bangsa, ekonomi, politik, budaya, dan sosial.
Sumber Gambar: liburmulu.com
Penguatan dolar sebenarnya diakibatkan oleh beberapa kebijakan pemerintah Amerika Serikat. Negara Adidaya tersebut menerapkan kebijakan Quantitative Easing berupa penyuntikan modal ke berbagai industri di negaranya. Pelaku usaha pun bersemangat, lalu menggunakan modal itu untuk investasi bisnis ke negara-negara lain. Setelah itu, baru pemerintah Amerika melakukan penyetopan suntikan modal.
Editor’s picks
Akibatnya investasi tadi ditarik lagi oleh investor untuk membiayai operasional usaha dalam negeri Paman Sam. Alhasil dolar menjadi langka dan menguat karena dicari-cari di negara-negara yang telah menerima modal investor dari Amerika.
Sebenarnya, solusi yang untuk memperbaiki negara itu cukup mudah. Kalau ingin Indonesia membaik, paling tidak kurangilah kebutuhan impor. Mulailah berdayakan warga negara kita yang tersebar di berbagai pelosok kota dan desa. Misalnya memberhentikan impor daging sapi dari Australia dan mengambil kebutuhan daging dari daerah Boyolali, Nusa Tenggara, dan sekitarnya.