Sebut MRT Mirip Jangkrik, Ternyata Ini yang Diinginkan Soni Sumarsono
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
DKI Jakarta memang gencar dalam pembangunan jalur serta moda transportasi Mass Rapid Transit (MRT). Pembangunan yang bekerjasama dengan perusahaan asal Jepang, Nippon Sharyo LTD ini ternyata tidak sesuai selera Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono. Dilansir Tempo.co, Sumarsono bahkan menyebut bentuk MRT tersebut mirip jangkrik.
Soni, sapaannya, ingin melakukan perubahan sementara agar lebih aerodinamis. Soni juga ingin kereta MRT tersebut tampak lebih 'cantik'. Menanggapi hal tersebut, Direkur PT MRT Jakarta, Tuhiyat, kepada Kompas.com, mencoba jelaskan maksud pihaknya membuat bentuk 'jangkrik' ini.
MRT bukan antar kota, tapi perkotaan.
Penampakan di atas adalah MRT 'jangkrik' dengan warna hijau, Tuhiyat menjelaskan kalau rancangan kereta yang ada sudah sesuai dengan fungsi kereta. Menurutnya, MRT digunakan sebagai layanan kereta perkotaan, berbeda dengan kereta antar kota.
Maka tidak heran bagian depan kereta begitu lurus. Tuhiyat beralasan kalau nantinya MRT akan mengalami banyak pemberhentian dan melalui rute yang berkelok-kelok. Nah, keinginan Soni, menurut Tuhiyat adalah bentuk kepala yang melengkung. Namun, hal tersebut adalah untuk kereta jarak jauh atau antar kota.
Gambar di atas adalah penampakan aerodinamis permintaan Soni. Meski begitu, kereta jarak jauh itu tidak banyak berhenti dan melalui rute yang berkelok-kelok. Tidak heran, tampilannya melengkung. Kereta berkecepatan tinggi yang dimaksud Tuhiyat baru menggunakan bentuk kepala melengkung, seperti Shinkasen.
Baca Juga: Gantikan Ahok Selama 3 Bulan, Ini Dia Rekam Jejak Plt Gubernur Soni Sumarsono!
Soni membantah minta ganti desain.
PT MRT Jakarta pun akhirnya merilis biaya yang dibutuhkan jika Pemprov DKI Jakarta tettap ingin mengganti desain kepala kereta. Biaya mencapai Rp 64 miliar. Namun, kini, Soni sendiri membantah dan mengoreksi perkataannya.
Editor’s picks
Bukan kami lakukan redesign, bukan, melainkan adalah mukanya ada dua pilihan, kami bikin (minta) yang aerodinamis. Bukan me-redesign ya, tetapi memilih dua
Soni menyebut kalau mengubah desain justru membuat pengerjaan MRT lebih lama. Padahal dirinya ingin tepat MRT bisa digunakan 2019 mendatang. Soni tidak ingin melakukan desain ulang secara keseluruhan.
Kebijakan Soni yang mulai dipertanyakan masyarakat.
Dilansir Liputan6.com, terdapat empat tindakan Soni yang bertolak belakang dengan kebijakan Guberur non-aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pertama adalah diberhentikannya sistem pelaporan Qlue. Namun, Soni menuturkan bahwa bukan pihaknya yang menghentikan pelaporan Qlue di RT dan RW tersebut.
Jadi saat menjabat di sini, sistem ini sudah berjalan dan untuk pelaporan tingkat RT dan RW sudah di-pending atau moratorium-lah. Berarti ini mungkin sudah menjadi kebijakan sebelumnya.
Kedua adalah penghapusan anggaran hibah untuk TNI-Polri dalam penyusunan APBD DKI Jakarta 2017. Akan tetapi, Soni kembali berkilah kalau hibah sebenarnya hibah tahun 2016 belum habis. Prinsip hibah sendiri adalah untuk lembaga non-pemerintahan sekali setahun
Adapun pada APBD 2016, hibah untuk Polda Metro Jaya mencapai Rp 41 miliar dan Kodam Jaya mencapai Rp 21 miliar. Selain itu, justru hibah untuk Bamus Betawi yang tidak ada dalam rencana Ahok diaktifkan lagi oleh Soni. Dirinya menganggarkan hibah Rp 2,5 miliar untuk Bamus Betawi pada APBD-P 2016. Kemudian, dalam KUA-PPAS 2017 ini mereka akan mendapat Rp 5 miliar.
Terakhir adalah keputusan Soni menghentikan sementara 14 proyek lelang dini yang dimulai pada era Ahok. Sejatinya, lelang dini dilakukan untuk mempercepat proses pengerjaan proyek sehingga program sudah bisa dieksekusi pada awal tahun.
Alhasil, kebijakan Soni ini pun menarik pertanyaan dari masyarakat. Bahkan, muncul petisi "Usut dan Pidanakan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono atas Penyalahgunaan Wewenang". Petisi ini dibuat oleh Indra Krishnamurti di change.org. Hingga Kamis (19/1), petisi sudah mendapat lebih dari 20.000 dukungan. Petisi berisi permintaan agar Presiden Jokowi memberi teguran pada Soni. Soni dianggap tidak berwenang karena status sebagai Plt Gubernur.
Baca Juga: Ubah Kebijakan Ahok di Jakarta, Plt Gubernur: Ganti Pemimpin kan Ganti Style