Kubur Diri di Depan Istana, Begini Kisah Petani Telukjambe

Koordinator aksi mengancam akan menambah jumlah petani yang "dikubur".

Masih hangat di ingatan kita seorang petani perempuan dari Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, bernama Patmi yang meninggal dunia akibat aksi mengecor kaki di Istana Negara akhir Maret lalu. Patmi terkena serangan jantung setelah satu pekan terakhir mengikuti aksi mengecor kaki. 

Patmi dan puluhan petani Kendeng, serta aktivis lingkungan lainnya menuntut Presiden Joko Widodo mencabut izin baru PT Semen Indonesia yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Seperti yang dilansir dari Kompas.com, izin penambangan karst PT Semen Indonesia di Rembang itu akan merusak lingkungan. 

Belum beres permasalahan tersebut, kini masyarakat dihebohkan kembali dengan aksi kubur diri dari para petani Telukjambe, Karawang, Jawa Barat. Mereka menuntut Presiden Jokowi turun tangan menyelesaikan permasalahan sengketa lahan di kawasan Telukjambe. "Hari ini kita kubur diri lima orang, besok sepuluh orang, besok lima belas orang, besok dua puluh orang, sampai Jokowi menemui kita!" ujar perwakilan petani Telukjambe Aris Wiyono di depan Istana Negara, seperti yang dilansir dari Tempo.co. Berikut cerita panjang sebelum mereka akhirnya memutuskan mengubur diri di depan istana.

Berawal dari hantaman buldoser.

Kubur Diri di Depan Istana, Begini Kisah Petani TelukjambeKbr.idMulanya, konflik agraria antara petani dan perusahaan di Karawang menyeruak pada 11 Oktober 2016. Petani dan warga naik pitam ketika melihat buldoser sebuah  PT Pertiwi Lestari meratakan kebun dan tanaman mereka. Ratusan warga, aparat, dan petugas keamanan perusahaan terlibat perkelahian. Usai eksekusi lahan, sebelas petani ditetapkan sebagai tersangka. Sisanya, hanya bisa menelan ludah kekecewaan dan meninggalkan tanahnya yang digusur. 

Baca juga: Keberingasan Oknum Aparat saat Berhadapan dengan Para Petani, Pantaskah?

Long march ke Jakarta.

Kubur Diri di Depan Istana, Begini Kisah Petani Telukjambermol.comRatusan petani yang kecewa melakukan aksi jalan kaki atau long march ke Jakarta untuk meminta perlindungan kepada pemerintah. Mereka menginap di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS). Hingga 14 November 2016, Pemerintah Kabupaten Karawang memulangkan mereka. 

Pemerintah berikan bantuan.

Kubur Diri di Depan Istana, Begini Kisah Petani TelukjambeTirto.idPemerintah Kabupaten Karawang sempat memberikan bantuan berupa tempat tinggal, logistik, dan pendidikan. Namun, Aris berujar bantuan hanya berlangsung selama 1,5 bulan.  Mereka ditambung di Gedung Islamic Center Karawang.

Seorang petani meninggal di pengungsian.

Kubur Diri di Depan Istana, Begini Kisah Petani TelukjambeTirto.idSeorang petani bernama Awen, 51 tahun, dikabarkan meninggal pada Jumat, 25 November 2016. Ia meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karawang karena penyakit darah tinggi yang dideritanya. Awen dikabarkan sempat pingsan setelah curhat tentang kebun dan rumahnya yang diporak-porandakan buldoser kepada petugas Dinas Sosial Kabupaten Karawang.

"Nenek Awen mengaku masih trauma dan syok karena pohon mahoni miliknya dibuldozer. Padahal sudah siap panen dan ada yang menawar hingga Rp 40 juta," ujar Karni.

Kembali melakukan long march ke Jakarta.

Kubur Diri di Depan Istana, Begini Kisah Petani TelukjambeSuara.com

Sebanyak 15 petani berjalan kaki menempuh jarak sekitar 77 kilometer ke Istana Negara sejak 14 Maret 2017. Mereka mewakili sekitar 150 petani Blok Kutatandingan yang terlibat sengketa tanah. Ratusan petani lain akan menyusul pada Kamis, 16 Maret 2017, dan berencana tak pulang hingga Presiden mau bertemu. 

Ditampung di beberapa lokasi.

Kubur Diri di Depan Istana, Begini Kisah Petani TelukjambeBerdikarionline.comHingga kini, para petani Telukjambe di Jakarta ditampung di kawasan Tanah Abang oleh organisasi Muhammadiyah. Selain Muhammadiyah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung dan Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dompet Dhuafa, serta beberapa lembaga lainnya turut membantu menyediakan tempat pengungsian.

Baca juga: Menghargai Jasa Petani: Tanpa Mereka, Perut Kita Tidak Ada Isinya

Topik:

Berita Terkini Lainnya