Revisi UU MD 3 Tuai Kontroversi, Ini Kata Millennials

Millennial harus vokal!

Surabaya, IDN Times - Disahkannya Revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (RUU MD3) oleh DPR RI memunculkan kontroversi di berbagai wilayah, termasuk di Surabaya. Salah satu yang paling getol menyuarakan penolakan adalah mahasiswa.

Seperti terlihat di depan Gedung DPRD Surabaya Kamis (22/2), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia menyuarakan aspirasi mereka tentang revisi UU MD3. Berikut suara kata para aktivis millennials tersebut.

Seperti diketahui dalam undang-undang tersebut terdapat tiga pasal yang menyulut perdebatan,  73, 122 dan 245. Inti dari isi ketiga pasal itu membuat anggota DPR lebih kebal hukum termasuk saat terjerat kasus korupsi. 

1. Minta semua pasal dibatalkan

Revisi UU MD 3 Tuai Kontroversi, Ini Kata MillennialsIDN Times/Ardiansyah Fajar

Koordinator Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia cabang Surabaya, Esradus, dalam orasinya mengecam pengesahan UU MD3. Namun, saat ditanya tentang pasal mana yang seharusnya dibatalkan, jawaban mereka cukup mengejutkan. "Ya harus dibatalkan semua itu Undang-undang MD3. Kami rakyat tidak lagi bisa mengkritik. Pasalnya itu karet, UU MD3 jadi benteng mereka," tegasnya.

Mereka menilai UU MD3 akan semakin membuat sejumlah anggota lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD dan DPRD kebal hukum.  "Pengesahan UU MD3 membuat demokrasi yang ada di Indonesia semakin mundur," ujar Esradus dalam orasinya.

Para mahasiswa juga menyebut pengesahan UU MD3 telah melanggar konstitusi. Mengacu pada UUD 1945 tepatnya pasal 27 ayat 1 disebutkan secara jelas jika semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. "Segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengsn tidak ada kecualinya," kata Esradus mengutip ayat 1 pasal 27 dalam UUD 1945.

2. UU itu membuat DPR menjadi lembaga anti kritik

Revisi UU MD 3 Tuai Kontroversi, Ini Kata MillennialsANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dihubungi secara terpisah, Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Achmad Noor Fuad mengatakan pihaknya sangat menyesalkan pengesahan UU MD3. Dia menilai langkah itu membuat institusi perwakilan rakyat ini menjadi anti kritik. Menurutnya, secaa rill DPR saat ini masih membutuhkan masukan dan kritik dari masyarakat dan mahasiswa untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap keberadaan DPR itu sendiri. 

"Ada beberapa pasal yang sepertinya tidak pas untuk dimasukkan dalam UU tersebut. Misalkan untuk pemanggilan anggota DPR harus melalui persetujuan Presiden atas pertimbangan atau persetujuan MKD, perlu dipahami bahwa MKD itu bukan lembaga hukum tapi lembaga etik yang tugasnya menjaga marwah keberlangsungan DPR," ungkapnya.

Dia menilai DPR hanya mencari sesuatu untuk melindungi diri mereka. Apalagi pasal-pasal itu sebenarnya sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. 

"DPR seharusnya menghasilkan UU yang bisa dijalankan dan dipatuhi tanpa menimbulkan pro kontra. Ini justru menggunakan wewenang dan haknya hanya untuk kepentingan institusinya sendiri," ujar Fuad.

3. Tegas tidak sepakat dengan UU MD3

Revisi UU MD 3 Tuai Kontroversi, Ini Kata MillennialsANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Senada, Presiden BEM Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Hozin Zainullah menegaskan tidak sepakat dengan revisi UU MD3. Ia menilai bahwa UU MD3 itu sifatnya internal. "Itu malah akan membuat DPR lebih seenaknya membuat kebijakan. Yang jadi pertanyaan, kenapa kok lembaga legislatif malah tidak mau di kritik. Itu mendakan setiap keputusan yang di buat oleh mereka sudah dianggap benar semua," kata Zain.

Baca juga: Ditahan KPK, Bupati Lampung Tengah Ikut Arahkan Pemda Agar Suap Anggota DPRD

4. Menyayangkan pasal 73, 122 dan 245 dalam UU MD3

Revisi UU MD 3 Tuai Kontroversi, Ini Kata MillennialsANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sementara itu, Presiden BEM Universitas Bhayangkara, Sari juga menolak adanya pengesahan UUD MD3 dalam pasal 73, pasal 122, pasal 245. Ia memandang HAM yang isinya bahwa setiap warganegara memiliki hak untuk berpendapat tidak lagi berarti. 

"Kita berhak untuk menanyakan kepada DPR apa yang sudah dia lakukan untuk rakyat, bagaimana DPR tahu jika yang dia lakukan sudah baik apa tidak jika tidak ada kritikan," ujarnya. 

Dia juga menanyakan tentang adanya keharusan meminta izin Mahkamah Kehormatan Dewan saat ingin memeriksa anggota DPR yang terkena kasus pidana. "Apakah DPR takut untuk diperiksa? Seharusnya tidak perlu ada pertimbangan dari MKD jika pertimbangan dari kepolisian sudah jelas."

Baca juga: Alasan-alasan Ini Diduga Membuat DPR Mengesahkan UU MD3

 

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya