[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh Diri

Bom bunuh diri melibatkan anak itu lebih kejam dari binatang

Surabaya, IDN Times - Surabaya yang terkenal damai dan aman tiba-tiba dikejutkan dengan serangkaian teror bom pekan lalu. Tiga bom bunuh diri meledak secara hampir bersamaan di tiga gereja pada Minggu (13/5). Malamnya, ledakan kembali terjadi di Sidoarjo, yang disusul keesokan harinya di Mapolrestabes Surabaya. 

Tak hanya masyarakat yang terkejut dengan rangkaian teror tersebut. Kepolisian juga menyatakan teror ini sebagai sesuatu yang berada di luar dugaan. Terlebih, mereka menggunakan model baru, yaitu melibatkan istri dan anak. Hal ini pun menjadi perhatian khusus Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Irjen Machfud Arifin. Kepada IDN Times yang menemuinya di ruang kerjanya, Senin (21/5), ia menjelaskan tentang kondisi keamanan di Jawa Timur serta modus baru para pelaku teror. Berikut kutipan wawancaranya.

Surabaya diguncang 5 peristiwa bom, kalau menurut penelisikan bapak, mengapa Surabaya jadi sasaran teror bom?

Nah itu yang sedang kita selidiki. Sebab, selama saya menjabat di sini 1,5 tahun Jatim relatif aman, sangat kondusif, tidak pernah terjadi konflik sosial. Paling juga kriminal biasa.

[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh DiriIDN Times/Faiz Nashrillah

Tapi ternyata ini kembali lagi ada pergerakan terorisme. Di sisi lain, kita tidak punya ada payung hukum. Kita berharap Undang-undangnya segera direalisasi. Adanya dasar hukum untuk terorisme juga dibutuhkan. Sebab, aksi yang terjadi di Surabaya termasuk baru karena melibatkan keluarga.

Kejadian ini juga menjadi perhatian dunia karena melibatkan keluarga, menurut Kapolda bagaimana?

Ini perlu dilakukan penelitian oleh para ahli. Apalagi pelaku ini kehidupannya mapan, punya mobil, rumahnya juga bagus. Ini juga soal pemahaman yang salah. Mereka satu keluarga ingin masuk surga bareng-bareng dengan cara Jihad.

[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh DiriIDN Times/Faiz Nashrillah

 

Mereka menganggap musuh Islam harus diperangi, kemudian kalau mereka mati masuk surga. Bahkan, sesama Islam tapi kalau gak sepaham juga dianggap kafir.

Saya harap bisa menemukan jawabannya, kok bisa sekeluarga bisa begini. Macan saja gak begini, anaknya disenggol binatang lain pasti terusik. Ini gak, anak kecil yang masih belum dewasa diajak bom bunuh diri. 

Ada kemungkinan mereka melakukan hal ini karena meniru di internet?

Iya, bahkan anaknya yang dari Wonocolo Sidoarjo itu setiap satu minggu sekali ketemu kajian ilmu diskusi juga. Mereka juga ditontonin film video jihad, gak ada ngaji. 

Anak para pelaku ini mengenyam pendidikan formal?

Kalau anak Dita itu sekolah. Tapi yang pelaku Sidoarjo tidak, kecuali yang besar itu sekolah. Kalau ditanya, mereka biasanya jawab homeschooling, itu pengalihan saja. Dia sebenarnya tidak sekolah. Di sisi lain, berbagai doktrin terus dilakukan.

[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh DiriIDN Times/Istimewa

Sebenarnya saya dapat informasi anaknya Dita itu nangis terus kalau berdoa di masjid. Mungkin nangisnya mau tobat atau takut gak tahu. Terbukti dia paling dahsyat bomnya yang meledak di Ngagel itu. Itu yang terjadi.

Masyarakat sekitar tak menyangka bahwa para pelaku menjadi pelaku teror, sebenarnya bagaimana kesulitannya untuk mendeteksi itu pak?

Ya jangankan masyarakat, polisi saja tidak semuanya tahu. Yang sangat paham betul pergerakan ini adalah Densus, intelijen, dan polisi Binmas.
[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh DiriIDN Times/Fitria Madia

Tapi ini bisa diantisipasi kalau Babinsa, Babinkamtibmas, serta tokoh-tokoh masyarakat bisa melapor pada kepolisian jika menemukan hal yang mencurigakan. Kepolisian tidak bisa ngapa-ngapain kalau tidak ditemukan adanya kejahatan. Apalagi ini dilakukan sekeluarga, bikin bom sendiri dirakit sendiri.

Fenomena melibatkan keluarga ini apakah jadi semacam cara agar tak terdeteksi?Jadi masyarakat dan kepolisian akan semakin sulit mendeteksi?

Sebetulnya polisi sudah bisa mendeteksi kegiatan ini. Tapi, selama ini kalau tidak ada kejahatan yang dia lakukan, kita bisa apa? Yang kita tahu mereka menggunakan sarana komunikasi menggunakan Facebook ataupun komunikasi lain itu terbaca sama kita.

Baca juga: Kapolda Jatim: Pelaku Bom Rusunawa Sidoarjo Diduga Terkait Bom Surabaya

Para pelaku melibatkan anaknya yang masih berusia muda atau millennials, gimana caranya supaya generasi millennial ini tidak terpapar dengan konten radikal di internet?

Ini kita mengharapkan peran pihak pemerintah yang punya kewenangan ini misalnya Kemkomninfo, ya dibloklah. Sekarang informasi tentang bikin bom ada semua di internet. Itu kekuatan negara hadir untuk bisa mengantisipasinya. 

Kalau yang seperti di kampus, bagaimana cara mengantisipasinya?

Yang paling penting mindset otak berpikir dia normal wajar dalam pemahaman Islam. Soalnya banyak juga ceramah yang mengarah pada radikalisme. Ada yang ceramah kaya gitu di Masjid Mujahidin Surabaya. Dia bilang sebaik-baiknya orang Islam adalah teroris. 

[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh DiriIDN Times/Sukma Shakti

Soal deradikalisasi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme juga punya programnya. Selain itu, di Jawa Timur cukup beruntung karena masih banyak kelompok pemuda seperti Banser yang sering mengantisipasi adanya ceramah berbau radikalisme.

Sebenarnya seberapa besar perekonomian Jawa Timur terhadap teror bom kemarin?

Ya ada sedikit traumatic sosial dari masyrakat. Jadinya ada kejadian-kejadian kecil seperti kaca pecah di suatu mal dibilang teroris. Ada korsleting listrik di suatu mal di Surabaya semburat semua tutup.
[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh DiriIDN Times/Putriana Cahya

Tapi Alhamdulillah sudah pulih kembali. Jalanan sudah mulai kembali macet. Masyarakat Surabaya sudah menyatakan keberaniannya terhadap teroris. Semoga bukan hanya seremonial saja. 

Sekarang juga muncul ketakutan berlebihan terhadap perempuan yang menggunakan cadar dan gamis. Bahkan, ada yang viral santri pakai sarung digeledah berlebihan sama polisi, bagaimana cara menghindari kecurigaan yang berlebihan?

Hal seperti ini tidak bisa dihindari. Ya mohon maaf, ini dalam waktu pemulihan. Ini kan termasuk traumatic sosial, termasuk polisi ya traumatic menghadapi itu. Masalahnya, yang sudah-sudah kan kita berhentikan, belum jawab sudah meledak. Jadi kekhawatiran seperti itu wajar meski harus dihindari.

[WAWANCARA KHUSUS] Kapolda Jatim: Macan Saja Tak Mengajak Anaknya Bunuh DiriIDN Times/Reza Iqbal

Kalau bapak sendiri takut gak diserang teroris?

Saya ibaratkan begini, kalau Anda naik pesawat takut gak? Yasudah kita pasrahkan ke yang maha kuasa. Kita aparat kepolisian gak boleh takut kalau kita takut bagaimana masyarakat. Kita jaga keamanan masa takut. Gak boleh takut.

Bagaimana imbauan bapak terhadap masyarakat Jawa Timur?

Kami mengimbau kepada masyarakat Jatim tetap menjaga tradisi guyub rukunnya. Sebaliknya, masyarakat yang punya pemikiran yang dengan jihad bisa masuk surga, hentikanlah. Itu hal yang sesat untuk dijauhi. Dan yang saat ini merasa dikejar-kejar polisi menyerahkan sajalah. Lebih bagus segera bertaubat.

Baca juga: Kapolda Jatim Pastikan Tembak Mati 4 Terduga Teroris Saat Penggerebekan

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya