Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998

Mereka juga mengalami kekerasan, bahkan penculikan.

Surabaya, IDN Times - Gejolak reformasi tahun 1998 tak hanya terjadi di Jakarta. Meski tak sebesar di Ibu Kota, pergerakan di Kota Pahlawan juga tak kalah heroik. Bahkan, ada dua aktivis mahasiswa yang hilang saat menuntut reformasi 1998.  Seorang aktivis Universitas Negeri Surabaya (UNESA) yang juga koordinator lapangan (Korlap) 1998, Taufik Hidayat menceritakan bagaimana pergolakan mahasiswa di Kota Pahlawan.

Menurut dia, pergerakan mahasiswa untuk mewujudkan reformasi sebenarnya sudah dimuali jauh sebelum 1998, tepatnya tahun 1996. Musababnya adalah kenaikan harga barang pokok yang dinilai tak manusiawi. 

"Kami sudah membuat gerakan antre beras dan minyak. Kami sediakan seperti posko biar semua masyarakat bisa makan. Ya, itu sejak 1996. Dan kami sudah biasa diusir oleh aparat, bahkan disandera karena gerakan ini. Pada tahun 1997 itu semakin krisis di Surabaya, karena rupiah anjlok," kata Taufik saat berbincang dengan IDN Times, Kamis (3/5).

1. Tahun 1997 keliling ke perguruan tinggi untuk konsolidasi

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998Taufik yang dulu menjadi salah satu Korlap pada aksi reformasi 1998, kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Surabaya (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Saat diketahui krisis, lanjut Taufik, seluruh kampus pun mulai menggerakkan mahasiswanya. Ia sendiri pun ikut keliling ke berbagai perguruan tinggi dan antar kota untuk berkonsolidasi menentang orde baru. "Pada saat itu saya sudah jadi pengurus cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Ada konsolidasi kelompok merah, promeg, promiga, dan Gusdurian bersatu. Kita sempat memblokade jalan menguasi RRI. Seluruh kampus keluar, kalau aksi jalan kqki dari Unesa sampai Indrapura (Gedung DPRD Jatim)."

2. Tahun 1998, aksi di Surabaya makin meluas

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998Universitas Airlangga, kampus yang menjadi salah satu penggerak reformasi di Surabaya. (Instagram.com/@univ_airlangga)

Lebih lanjut, Taufik  yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Surabaya itu mengatakan bahwa pada Januari 1998, kondisi makin panas. Pasalnya, krisis ekonomi di Indonesia semakin parah. Desakan turunnya Soeharto pun semakin menggelora.

Ia membeberkan, bahwa kala itu pergerakan di Surabaya dibagi menjadi empat distrik. Yakni Selatan dipusatkan di UNESA yang menggandeng IAIN (sekarang UINSA), UBHARA, UNSURI dan UK Petra lalu jalan menuju tengah yakni Gedung Negara Grahadi Jatim

"Timur itu ada ITS, UNAIR, UNTAG UNITOMO, kumpulnya di UNAIR menuju Grahadi. Utara ada Barunawati sedangkan Barat ada UWK, Universitas 45 dan UWP yang juga menyisir pergerakan dan bergerak ke Grahadi. Jadi dulu tidak hanya mahasiswa melainkan massa yaitu gabungan semua unsur (buruh dan tani)," jelas Taufik.

3. Aksi masif 98 mengakibatkan hilangnya mahasiswa UNAIR

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998Kampus UNAIR menjadi salah satu titik kumpul mahasiswa saat menggelar demo menuntut reformasi 1998 (Instagram.com/@univ_airlangga)

Lantaran aksi yang begitu masif, aparat pun tak tinggal diam. Taufik dan seluruh aktivis mengaku sering sekali dikejar-kejar oleh aparat. Bahkan hingga malam tiba, aparat menyisir kampus dan menangkapi mahasiswa yang bersiap menjalankan aksi di pagi hari. Menurut penuturan Taufik, saat masuk tahun 1998 tidak ada aktifitas lain selain demo. "Kalau malam sudah mirip film G30SPKI yang dibuat Soeharto. Kami sembunyi di kelas-kelas untuk menghindari aparat," terangnya.

Meski dia selamat, namun dua rekan Taufik bernama Bimo dan Herman yang merupakan mahasiswa UNAIR hilang. "Mereka diculik. Sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Informasinya simpang siur, bahkan ada yang bilang mereka dipentungi hingga tewas lalu dicor," jelasnya.

Kejadian itu membuat para mahasiwa makin berapi-api. Terlebih, kejadian tewasnya mahasiswa Trisakti membuat emosi untuk menggulingkan Soeharto semakin kuat. Mempunyai bekal keterampilan sabotase dan pembobolan, Taufik pun mengkoodrinasi seluruh pergerakan dari berbagai daerah.

"Saya langsung bobol telepon umum dengan cara catok mesinnya biar gak terdeteksi. Saya koordinasi dengan Palembang, Jakarta dan lainnya. Kami komunikasikan tanggal 21 Mei sudah siap bergerak semua," bebernya.

Taufik menambahkan, pada bulan Mei, suasana di Surabaya sangat mencekam. Kerusuhan terjadi di semua wilayah. Salah satu yang menjadi sasaran adalah toko milik keturunan Tionghoa. "Untung di sini tidak sampai ada pembakaran. Memang ada perusakan. Menghindari itu, orang Tionghoa biasanya memasang memasang tulisan depan tokonya yakni Pro Reformasi.

4. Ketua UWK Pro Reformasi juga pernah merasakan siksaan orba

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998Selain mahasiswa, buruh dan petani juga ikut menggelar aksi menuntut reformasi di gedung Grahadi pada Mei 1998. (IDN Times/Radiktya Catur)

Mencekamnya Mei 1998 di Surabaya juga dituturkan oleh Ketua Arek Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Pro Reformasi, Trio Marpaung.  Menurut dia, sejak tahun 1996 aksi menuntut mundurnya Soeharto memang sudah mulai marak di Surabaya. Salah satunya dilakukan para buruh di Tandes tepatnya 6 Juli 1996. Setelah itu dilanjut aksi mahasiswa yang melakukan mogok makan di depan kantor DPRD Jatim.

"Pada saat itu kami menuntut peristiwa Makassar berdarah meninggalnya teman mahasiswa Universita Muslim Indonesia (UMI) untuk diusut tuntas. Tapi saya justru tertangkap dan disiksa saat itu." ungkapnya.

Trio mengungkapkan hal tersebut berlanjut hingga memasuki tahun 1998. "Tepatnya bulan Februari-Maret pergerakan semakin membesar. Hilangnya kawan saya asal UNAIR, Herman dan Bimo masuk agenda tuntutan. Tapi yang utama ya menjatuhkan Soeharto. Kami ada empat titik pusat aksi yaitu DPRD Surabaya, DPRD Jatim, Grahadi, dan Kantor Gubernur Jatim," tegasnya saat berbincang via telepon dengan IDN Times, Jumat (4/5).

Baca juga: Melacak Jejak Reformasi Mei 1998, Ini Petanya

5. Saudara Trio pun tak luput dari serangan anti Tionghoa

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998IDN Times/Sukma Shakti

Selain itu, Trio juga membagikan cerita terkait vandalisme dan perusakan terhadap toko maupun rumah etnis tionghoa. Ia membeberkan bahwa salah satu saudaranya yang tinggal di kawasan Sidotopo juga terkena imbasnya. "Saudaraku kena, dia itu orang Batak padahal. Semuanya rusak. Akhirnya mereka pindah dan gak mau kembali ke sini karena trauma," jelasnya. Namun perusakan itu tidak masif, Trio mengungkapkan di Surabaya lebih kondusif karena mahasiswa etnis Tionghoa juga turun jalan untuk menuntut pro reformasi.

6. Euforia reformasi masih hidup, tapi janji belum terpenuhi

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998IDN Times/Alvita Wibowo

Meski sudah berjalan 20 tahun, Trio menyayangkan janji reformasi hingga hari ini belum bisa ditebus. Padahal ia mengingat betul bagaimana euforia sesaat Soeharto lengser di kala tahun 1998. Ia pun berharap untuk kasus HAM besar bisa diselesaikan oleh pemerintah saat ini. Sedangkan kepada mahasiswa ia berpesan agar bersama-sama menyatukan satu isu untuk mensejahterahkan masyarakat. "Keterbukaan sudah terjadi di era sekarang ini."

7. Reformasi Surabaya dipengaruhi gerakan Jakarta dan Yogyakarta

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998Dok. IDN Times/Istimewa

Sementara itu, sejarawan UNAIR, Purnawan Basundoro menyebut gerakan di Surabaya sebenarnya merupakan pengaruh dari mahasiswa Jakarta dan Yogyakarta yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Menurutnya, gerakan ini menjadi masif di tahun 1997 hingga meledak di tahun 1998 lantaran mempunyai visi yang sama.

"Dari pemberintaan, Surabaya ada gerakan cukup marak tapi tidak sederas Jakarta dan Yogyakarta. Di Surabaya dikomandoi oleh kampus-kampus besar saja (UNAIR, UNESA, ITS, dan UINSA). Mereka semua protes karena Soeharto sudah lama berkuasa, kebebesan berpendapat terganggu, kondisi ekonomi yang krisis. Sehingga para tokoh menyuarakan protes keras," ungkapnya.

8. Adanya vandalisme dan pengerusakan kawasan pecinan karena sentimen yang kuat

Tak Kalah Heroik, Begini Aksi Mahasiswa Surabaya Menuntut Reformasi 1998ANTARA FOTO/Andreas Fitri

Lebih lanjut, Purnawan juga menilai kaitan antara kasus aksi menuntut reformasi 98 dan anti etnis Tionghoa hanya bisa digariskan karena faktor ekonomi. Ia menyebut bahwa sentimen terhadap etnis ini sudah terjadi sebelum reformasi. Penyebabnya yakni kesenjangan sosial, mereka dianggap kaya sendiri serta dinilai orang asing. 

"Proses pembauran mereka ke masyarakat berlangsung tidak sempurna. Bahkan ada yang masih menunjukkan sikap eksklusifitas. Hal ini lah yang jadi pemicu dan mereka jadi sasaran pengerusakkan agar terusir. Kalau lokasinya ya kebanyakan di kampung pecinan," jelasnya.

Baca juga: Kronologi Reformasi Mei 1998, Terjungkalnya Kekuasaan Soeharto

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya