20 Tahun Reformasi: Refleksi Konflik Perempuan Indonesia

“Dari segi jumlah penduduk juga lebih banyak perempuan di Indonesia."

Jakarta, IDN Times – Dua dekade setelah reformasi, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) membuat kajian perkembangan mengenai kebijakan dalam menyikapi konflik yang terjadi di Indonesia selama 20 tahun terakhir. Dengan demikian konflik lama yang terjadi tidak akan lagi muncul di masa depan. 

1. Pemenuhan hak perempuan

20 Tahun Reformasi: Refleksi Konflik Perempuan IndonesiaIDN Times/Afriani Susanti

Ketua Komnas Perempuan, Azriana, mengatakan kajian ini akan memunculkan peta baru untuk dapat memenuhi hak-hak perempuan yang ada di wilayah konflik maupun pasca konflik. Tinjauan ini juga dilakukan terhadap penyikapan konflik dalam 20 tahun reformasi. 

“Dalam 20 tahun reformasi ini, kami menyusun strategi perbaikan agar Indonesia tidak perlu menyelesaikan masalah hingga 40 tahunan pada konflik tersebut. Sekaligus untuk memenuhi hak perempuan yang ada di wilayah konflik dan pasca konflik,” ujarnya di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (23/5/). 

Baca juga: Prosesi Pemakaman Bayu, Peziarah Overload

2. Hak perempuan juga terkait pada gendernya

20 Tahun Reformasi: Refleksi Konflik Perempuan IndonesiaIlustrasi oleh Rappler

Sementara itu Staff Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Hubungan Kelembagaan, Bappenas RI, Diani Sadia Wati, mengatakan hak perempuan bukan hanya perempuan itu sendiri melainkan juga terhadap gendernya. Di mana di Indonesia saat ini lebih banyak penduduknya didominasi oleh kaum perempuan. 

“Dari segi jumlah penduduk juga lebih banyak perempuan di Indonesia. Jadi bagaimana kita bisa melakukan afirmasi yang sangat penting untuk memberdayakan perempuan itu sendiri untuk dapat berpartisipasi dalam bidang pembangunan,” katanya. 

3. Sebagai bahan pembelajaran

20 Tahun Reformasi: Refleksi Konflik Perempuan IndonesiaIDN Times/Sukma Shakti

Adanya kajian yang disusun oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) ini juga bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah. 

“Adanya radikalisme itu disebabkan oleh sebuah konflik yang belum diselesaikan. Sehingga ini bisa menjadi penting bagi kita semua untuk belajar dari masa lalu. Selain itu juga untuk meningkatkan perlindungan guna memutuskan keadilan sebagai bagian dari langkah penyelesaian dalam menuntaskan konflik tersebut,” katanya.

Baca juga: Alasan Isu Konflik Selalu Berkaitan dengan Perempuan

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya