Presiden Filipina Akhirnya Perintahkan Polisi Ikut Perangi Narkoba

Polisi di Filipina pernah vakum gak ikut perangi narkoba lho...

Filipina, IDN Times - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, pada hari Selasa (5/12/2017) lalu kembali memerintahkan kepolisian Filipina untuk ikut ambil bagian dalam perang melawan narkoba setelah sempat vakum selama dua bulan akibat kematian banyak tersangka berusia remaja.

Melalui juru bicaranya, Harry Roque, Duterte menyatakan telah menandatangani sebuah memo perintah yang mengarahkan Kepolisian Nasional untuk memberi "dukungan aktif" kepada badan penanggulangan narkoba Filipina (Philippine Drug Enforcement Agency, PDEA) dalam melakukan operasi anti-narkotika.

Karena perintah tersebut, kini polisi dapat bergabung dalam melakukan penggerebekan, namun harus melakukan kordinasi dengan PDEA selaku pemimpin operasi.

"Mereka (polisi) akan berpartisipasi sekarang, padahal di masa lalu semua pihak tidak dapat berbuat banyak," kata Roque dalam sebuah konferensi pers di Istana Kepresidenan Malacañan seperti dikutip dari Philippine Star.

"Saat polisi dan lembaga penegak hukum lainnya akan memberikan dukungan aktif dalam usaha pemerintah melawan obat-obatan terlarang, PDEA akan terus menjadi agen utama pelaksana sesuai Undang-undang Republik No. 9165," tambahnya.

Sebelumnya, operasi anti-narkoba di Filipina dilakukan sepenuhnya oleh PDEA tanpa bantuan baik dari kepolisian, intelijen, militer dan bea cukai.

Duterte sempat melarang aparat penegak hukum untuk bergabung dalam perang melawan narkoba setelah tewasnya dua tersangka berusia remaja di tangan polisi pada bulan Agustus lalu.

Pihak kepolisian Caloocan mengklaim bahwa Kian Delos Santos, 17 tahun, adalah kurir obat yang melawan saat ditangkap. Namun para saksi menyatakan bahwa Santos langsung dieksekusi di tempat.

Carl Arnaiz, 19 tahun, diduga ditembak mati setelah merampok seorang sopir taksi, tapi korban perampokan menolak mengakui kejadian tersebut.

Kontan saja tewasnya tersangka berusia remaja memicu kemarahan publik serta kecaman dari pihak oposisi dan aktivis hak asasi manusia. Namun Duterte menolak segala kritik atas ribuan orang yang tewas dan menuding negara yang dipimpinnya telah berubah menjadi "negara narkoba".

"Saya tidak ingin orang Filipina berubah jadi orang bodoh selama masa kepemimpinanku. Anda bisa melakukannya kapan saja tapi tidak selama masaku, selama pengawasanku," tegasnya dalam sebuah pidato sembari menolak mentah-mentah desakan dari kelompok hak asasi manusia, uskup dan imam Katolik seperti ditulis oleh The Guardian.

Sejak Duterte menjabat pada tahun lalu, polisi dilaporkan telah membunuh sekitar 4.000 orang. Pemerintah Filipina menyatakan sebanyak 2.290 jiwa terbunuh dalam kejahatan terkait narkoba, sementara penyebab kematian ribuan lainnya masih belum diketahui.

Banyak orang Filipina terus mendukung kebijakan tersebut dan percaya bahwa sosok berumur 72 tahun tersebut telah meningkatkan sekaligus memilihkan keamanan di masyarakat.

Meski begitu, Duterte berulang kali menyatakan bahwa jumlah personel PDEA yang hanya 2.000 orang tidak cukup untuk melaksanakan operasi di seluruh Filipina secara efektif. Bantuan kepolisian akan sangat berarti. Karena Philippine National Police memiliki 165.000 petugas.

Namun ada kekhawatiran dari beberapa pihak, bahwa korupsi di tubuh kepolisian akan memengaruhi kampanye perang melawan narkoba. Masalah korupsi tersebut rupanya belum menarik perhatian sang presiden hingga saat ini.

Achmad Hidayat Alsair Photo Verified Writer Achmad Hidayat Alsair

Separuh penulis, separuh orang-orangan sawah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya